Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Senin, 03 Mei 2010

Edisi 7 : Novia dan sahabat-sahabatnya

Saya sudah lupa nama aslinya. Saya mengenal dia tahun 2004, waktu itu dia kelas VII di SMP Penabur Bandung. Dia adalah murid les saya. Kalau dihitung-hitung berarti sekarang dia sudah kuliah. Mungkin juga dia sudah melupakan saya. Tapi bagi saya, dia begitu sulit untuk dilupakan.

Novia tinggal di rumah tantenya (dia memanggilnya i-i Fang). Maminya tinggal di Jakarta. Dia sering mengatakan “kalo kakak lagi ke Jakarta, main aja ke apartemen Laguna. Mami saya tinggal disitu, dia pasti seneng kalo kakak kesana”. Papinya ada di ”surga”. Suatu jawaban yang keluar dari mulutnya setiap kali ada orang yang bertanya dimana Papinya berada.

Dirumahnya, Novia sehari-hari hidup sendiri. Rumah yang luar biasa besar itu lebih sering dihuni oleh 2 pembantu, 1 supir, 1 nenek yang sudah susah bergerak, Novia, Tante-Om nya yang suka bepergian dan kedua sahabatnya. Kedua sahabatnya itu adalah dua ekor anjing.

Novia rajin sekali bercerita tentang kedua sahabatnya itu. Menurutnya, kedua anjing itulah yang sering menjadi tempat curhatnya. Tiap kali dia curhat, mereka akan menggonggong seolah-olah mengerti perasaannya. Bahkan dia mengaku kalau salah satu anjing itu kelak akan jadi pacarnya. Wah, benar-benar pendapat yang aneh.

Kami belajar setiap hari senin hingga jumat pada pukul 16.00-17.00. Waktu yang cukup singkat untuk agenda kami yang padat. Ya, agenda kami memang sangat padat. Setiap hari kami harus mengulang pelajaran yang ada di sekolah karena memang untuk itulah saya dibayar, kami juga harus bercerita karena dengan begitulah dia senang belajar, dan yang terakhir kami juga harus bermain basket atau ”smack-down” karena kami berdua memang suka bermain.

Selama lima bulan saya menjadi guru lesnya. Banyak hal kami lakukan bersama-sama. Banyak kenangan indah yang masih bisa saya ingat dengan jelas. Tapi, kejadian berikutlah yang benar-benar akan sulit saya lupakan.
Novia bertanya ”kapan kakak akan menikah ?”
”Hmmm, mungkin kalau saya sudah 25 tahun baru saya mikirin itu.”
”Kenapa begitu ? Mamiku dulu ga gitu...”
”Yaa, orang kan beda-beda...”
“Kakak akan punya anak ?”
“Iya donk. Kalau ga mau punya anak, saya ga akan nikah lah...jadi suster aja hehehe”
”Kakak akan jadi ahli matematika juga ?”
”Iya donk...saya kan kuliah biar jago matematika”
”Akan kerja dimana ?”
”Ga tau...yang pasti saya akan kerja yang ada hubungannya sama orang. Jadi, bukan sama komputer...”
”Ooo...”
”Kenapa ? koq kamu nanya gitu?”

Lama sekali Novia berpikir. Dia melempar bola kesana-kemari sambil berpikir (tampaknya). Disaat saya hampir melupakan pertanyaan itu, tiba-tiba dia menjawab.
”Kalo kakak mau kerja mending jangan punya anak. Kalau suami kakak pergi nanti anak kakak temenannya sama anjing”.

Novia mengatakan itu dengan nada serius. Setelah mengatakan itu dia langsung lari sambil berteriak ”besok lagi ya, aku mau mandi ”.
Novia tidak pernah begitu. Dia selalu mengantar saya sampai ke gerbang. Dia juga selalu melambaikan tangannya setiap kali saya pulang. Tapi, hari itu benar-benar lain. Sekitar 10 menit saya tidak beranjak dari taman itu. Saya terus bertanya ”kenapa kamu Nov ?”.

Malam harinya saya benar-benar tidak bisa beristirahat dengan tenang. Saya larut dengan pemikiran saya tentang kesendirian. Saya begitu sedih membayangkan jika saya menjadi Novia. Saya yakin, kalau saya tidak akan setegar dia ?. Sejak kejadian itu, saya berjanji pada diri sendiri. Saya akan menyediakan waktu saya untuk berbagi dengan anak-anak yang kesepian. Anak-anak yang mungkin tidak tahu apa-apa tentang jalan hidup mereka. Tidak tahu mengapa mereka menjadi sendiri.

Di akhir tahun 2004 Novia bertanya apakah sebaiknya dia ikut ke Jakarta dengan Maminya. Tanpa banyak berpikir saya langsung menyetujui. Saya katakan bahwa dia pasti lebih tenang jika ada disamping Maminya. Walaupun sejak bayi sudah bersama tantenya, tapi toh dia tidak punya kedekatan personal dengannya. Untuk itu sebaiknya dia mencoba sesuatu yang baru bersama Maminya.

Akhirnya kami memang benar-benar berpisah. Perpisahan kami rayakan dengan acara “smack-down” dan foto-foto. Seharusnya foto-foto itu ada di ponselnya waktu itu tapi mungkin juga sudah hilang. Ketika saya sampai di pintu gerbang rumahnya, dia memeluk saya erat sekali, dia mencium pipi saya kencang sekali. Kalimat terakhir yang dia bisikkan adalah “kakak tuh temenku yang manusia”.

Beberapa bulan setelah perpisahan, kami masih sering berkirim-kirim pesan. Tapi suatu ketika saya mengirim pesan dan tidak dibalas. Beberapa kali saya coba tapi tetap tidak di balas. Ketika akhirnya saya menelepon, saya benar-benar terkejut ketika mendengar suara laki-laki yang sangat menyeramkan. Sejak saat itu saya berpikir kalau HP Novia telah berpindah tangan, entah dengan cara apa.

Entah dimana dia sekarang. Sudah seperti apa penampilannya sekarang. Saya benar-benar kehilangan jejaknya. Tapi walau bagaimana pun, pesannya tentang anak yang sendirian tidak akan saya lupakan. Mungkin menjadi pesan dari banyak anak yang mengalami hal yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar