Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Senin, 26 Desember 2011

Natalku, Natalmu, Natal kita semua ...

Mari bicara tentang Natal …
Seorang teman bercerita bahwa di sebuah negara nun jauh disana, Natal adalah saat yang sangat ditunggu. Apapun agama mereka. Sangat ditunggu karena pada hari-hari menjelang Natal, salju turun begitu hebat sehingga aktivitas yang memungkinkan adalah aktivitas di dalam rumah. Pada saat itulah keluarga bisa berkumpul lebih lama dibanding hari-hari biasa … Yaaa… sebuah situasi yang sangat menyenangkan 

Kendati di negeri kita ini tidak ada salju, situasi seperti itu biasanya tercipta. Situasi dimana tiap keluarga Kristiani berkumpul untuk merayakan Natal. Berangkat ke gereja bersama-sama lalu dilanjutkan makan-makan atau sekedar ngobrol di depan TV yang menyajikan film atau acara Natal lainnya. Ya, dengan nyaman situasi itu bisa diciptakan di negara Pancasila ini ...
Tahun ini saya merasa ada yang kurang, saya tidak merayakan Natal bersama orang tua. Mereka ada di Sumatera Utara, sementara saya dan adik saya ada di Pulau Jawa. Tapi, kami tetap merayakan Natal seperti biasanya. Ke gereja, makan-makan, jalan-jalan dan sebagainya. Begitulah Natal yang kami maknai. KehadiranNya ke dunia membawa sukacita bagi setiap keluarga, bukan hanya keluarga Nazareth.
Apa yang ada dibenak Anda ketika mengetahui bahwa seorang anak tidak menikmati Natalnya padahal keluarganya ada disekitarnya ? Mungkin bingung, mungkin sedih, mungkin juga marah. Itu pun yang saya rasakan setiap kali ada anak yang bercerita bahwa dia tidak merayakan Natal walaupun orang tuanya ada di kota yang sama, bahkan di rumah yang sama dengannya. Saya bingung dengan jalan pikiran orang tuaya, saya sedih mendengar cerita anaknya, dan saya marah dengan situasi seperti itu.
Bayangkan bahwa perayaan keluarga itu tidak selalu bisa kita rayakan. Kelak ketika anak itu sudah dewasa, ketika dia harus kuliah di luar kota atau luar negeri, ketika dia sudah berkeluarga, belum tentu dia bisa merayakan Natal bersama keluarganya. Saya tetap marah walaupun alasannya adalah bekerja dan dia bekerja untuk menghidupi anaknya. Mungkin bukan alasan bekerja itu yang membuat seorang anak begitu sedih atau marah. Andai ada komunikasi yang tepat, tentu dia tidak sedih dan kesal sehingga harus mengungkapkan perasaannya pada orang lain, termasuk gurunya. Ada sesuatu yang kurang beres disana … sesuatu yang seharusnya menjadi PR orang dewasa, bukan anak-anak …

Selasa, 13 Desember 2011

Minggu, 06 November 2011

Selangkah Lebih Maju


Tulisan kali ini spesial untuk Mugi. Mantan murid saya yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya hehehe… semangat Mug…semangat !!!!! . Supaya makin semangat, saya kasih hadiah foto kita waktu lagi di Way Kambas … waktu saya masih muda bangetttttt….wkwkwkwk

Ada banyak hal yang saya yakini tentang bangsa ini, salah satunya adalah bangsa ini masih memiliki banyak sekali bibit-bibit unggul. Yaaa, dan saya yakin diantara ribuan murid yang sudah saya ajar, pasti ada salah satu bibit unggul. Kata orang bijak, apa lah artinya memiliki bibit unggul kalau tidak dikelola dengan baik. Bibit unggul akan segera busuk, jika tidak dirawat dengan sepenuh hati.

Itulah yang saya lakukan. Kendati telah mengajar di tiga sekolah, saya tetap menjaga komunikasi dengan mantan murid-murid saya. Hubungan baik yang pernah kami jalin ketika berada di lembaga yang sama, akan tetap kami pertahankan. Seorang anak pernah bilang “saya sih seneng aja bisa chatting sama Ibu, buat curhat sama nanya soal ehhehe”. Mungkin di mata mereka, itulah gunanya saya sebagai mantan guru mereka. Tapi bagi saya, ada fungsi yang lebih dari sekedar pembantu dalam menyelesaikan soal. Saya sedang menjaga bibit unggul itu agar menjadi buah yang baik. Sesekali mengamati profil facebook mereka, sesekali melayani chatting-an mereka, sesekali mengomentari tweet mereka, dan lain-lain.

Saya akan merasa senang ketika membaca cerita sukses mereka. Kendati hanya menuliskan status “gilaaaa… gw seneng banget, nilai Math gw tuntasssss”, bagi saya itu sangat berarti. Itulah kesuksesan mereka di usianya sekarang, dan tentunya kesuksesan itu diperoleh dengan kerja kerasnya.

Pernah saya membaca tweet seorang anak “menang… yess… Thanks God”. Ternyata anak baru memenangkan sebuah pertandingan. Saya ucapkan selamat di twitter-nya. Kendati sudah tidak lagi mengajar dia, tapi saya tetap bangga padanya. Beberapa hari kemudian di ruang guru sibuk membahas kemenangan anak itu. Saya tersenyum dan dalam hati bisik-bisik “hehehee….gue tau duluan :p”

Suatu ketika seorang anak tidak mengikuti kegiatan sore di sekolah. Guru piket berusaha menghubungi orang tuanya. Tentu saja hal itu akan menjadi kasus karena seharusnya anak itu memang ada di sekolah.

Saya membuka laptop, mencari nama anak itu di daftar chat akun saya. Setelah menemukan, saya ketik “Di, kamu dimana ?”. Lama tidak ada jawaban. Lalu saya kembali mengetik “ke sekolah sekarang ya, saya tunggu”. Saya mengetik itu karena saya yakin dia membaca tulisan saya itu.

Guru lain masih berusaha menghubungi orang tuanya ketika dia tiba di sekolah. Dalam hal ini, tentu saja saya sudah Xlangkah Lebih Maju alias Selangkah Lebih maju !!!!

Begitulah saya memanfaatkan internet. Karakter anak-anak yang begitu terbuka di dunia maya, saya manfaatkan untuk mengetahui lebih banyak tentang mereka. Pengetahuan itulah yang membuat saya bisa begitu dekat dengan sebagian murid saya. Kedekatan yang saya manfaatkan untuk menjaga bibit-bibit unggul yang dimiliki bangsa ini.


Selasa, 01 November 2011

Jadwal Ulangan Bab IV : Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Hula-halo ...

sadarkah kamu bahwa kamu sudah belajar tentang Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel sejak 17 Oktober 2011 ? Itu artinya, kamu telah belajar selama 15 hari ...

sadarkah kamu bahwa kamu telah mengerjakan 20 soal dari web, 52 soal dari buku paket, 23 soal dari saya ? Itu artinya kamu sudah mengerjakan 95 soal ...

sadarkah kamu bahwa sudah 96% siswa yang berhasil mengerjakan UKK tentang PLSV ? Itu artinya, sudah 96% dari angkatan 24 yang bisa mengerjakan PLSV dengan cara yang benar ...

Kalau kamu sadar, alhamdulilah ...
Kalau kamu tidak sadar, maka sadari lah ...hehehe ...

Lalu, apa rencana selanjutnya ? ...
Nah, rencana saya .... untuk mengulang kembali apa yang telah kita lakukan selama 15 hari ini ... alangkah baiknya kalau diadakan siaran ulang, alias Ulangan Harian Bab IV ...

Inilah jadwalnya ... jeng .. jeng .. jeng .. jeng ..

7A : Kamis, 10 November 2011 jam ke1-2
7B : Rabu, 9 November 2011 jam ke 5-6
7C : Selasa, 8 November 2011 jam ke 7-8

Demikianlah pengumuman dari gurumu ini ... siapkan dirimu, karena kesempatan mendapat nilai bagus masih terbuka lebar ... semangat !!!!!!

Oiya, untuk latihan, kamu bisa buka web yang waktu itu kita pake untuk latihan ... atau mengerjakan lagi latihan-latihan yang pernah kita kerjakan dan bahas ..


Senin, 24 Oktober 2011

Karena Kamu Selalu Benar

Ketika aku mengatakan A dan kamu mengatakan B, maka yang benar adalah B ...
Ketika aku berpikir C dan kamu berpikir D, maka yang benar adalah D ...
Ketika aku menjawab E dan kamu menjawab F, maka yang benar adalah F ...

Karena kamu selalu benar ...
Karena kamu tidak pernah salah ...
Salutku untukmu kawan ....


Didedikasikan untuk seorang teman yang sangat sempurna ...
*menurut dirinya sendiri ...

Kamis, 13 Oktober 2011

Pelatihan Komputer Guru 2011

Sejak hari Senin lalu, kami mengikuti pelatihan computer. Mempelajari beberapa keterampilan yang kami perlukan untuk mendukung KBM. Ada teman yang sudah mahir, ada yang biasa saja, ada pula yang masih meraba-raba. Itu bukan masalah, karena seperti kata orang bijak, “Bukan masalah kapan akhirnya kamu mahir, masalahnya adalah adakah usahamu untuk menjadi mahir ?

Pelatihan ini berlangsung empat hari. Semoga kami dapat menggunakan hasilnya untuk mendukung proses KBM bersama siswa.

Selasa, 04 Oktober 2011

Ambarawa – Jogja … 29 – 30 September 2011


Lembaga tempat saya bekerja mengadakan sebuah acara. Dinamai Ziarek alias Ziarah dan Rekreasi…Dengan acara ini, tampaknya diharapkan para peserta akan tersentuh secara rohani maupun jasmani. Aspek spiritual diolah dalam acara-acara kerohanian dan aspek psikologis diolah dalam acara rekreasi…

Memang acara yang disuguhkan cukup bervariasi. Tapi, bagi saya pribadi… acara seperti ini hanya akan membebani saya… biasanya begitu. Biasanya saya tidak bisa menikmati acara yang dicampur-campur hehehe… apalagi campuran antara surgawi dan duniawi ….Saya cenderung memilih salah satunya.

Entah karena kelelahan fisik atau keadaan lainnya, yang jelas saya tidak mengingat banyak hal dari kegiatan tersebut. Saya bisa menyebutkan kegiatannya, tapi hampir lupa dengan isi kegiatan tersebut J. Yang saya ingat adalah kejadian dimana saya “ngobrol” beberapa saat dengan Sang Pencipta.

Saya duduk dibawah pohon sementara hampir seluruh rekan saya duduk di sekitar Goa Maria (tempat yang memang menjadi tujuan ziarek kami). Saya begitu menikmati hembusan angin di siang itu. Sesuatu yang jarang saya nikmati di tempat saya tinggal. Berusaha merangkai kata-kata indah untuk diucapkan padaNya…tapi gagal …Saya hanya bisa mengungkapkan kekesalan saya…

Dimana Engkau ketika aku begitu terpukul ? disaat tak ada lagi yang bisa kuandalkan … Kau seolah diam ditempat yang jauh … menjadi penonton diatas penderitaanku … seolah menunggu waktu untuk melihatku terjatuh dan tak dapat bangun lagi … Adakah niatMu untuk mengirim penolong bagiku? Tidak… tampaknya tidak … Kau membiarkan semuanya terjadi …

Itulah kira-kira yang saya ucapkan padaNya. Luapan emosi kepada sesosok makhluk Yang Maha Suci. Sosok yang harusnya saya hormati. Tapi entah kenapa, siang itu saya lupa bahwa saya tidak seharunya melakukan itu. Saya meninggalkan tempat itu dalam keadaan hampa. Mengungkapkan sesuatu tapi tidak mendapat respon apa pun …

Malam harinya, rombongan kami melakukan kegiatan terakhir … rekreasi di sekitar jalan Malioboro, Jogja. Saya bersama seorang rekan berjalan di sepanjang jalan itu sambil melihat-lihat benda yang mungkin menarik bagi kami. Saya membeli barang-barang yang menurut saya bagus. Setiap kali mencoba sesuatu, rekan saya bilang “bagus bu …”. Obrolan mengarah ke keadaan saya yang begitu “beruntung”. Tubuh saya yang mungil sehingga mudah mencari pakaian yang klop, rasa percaya diri saya yang tinggi sehingga mudah mencari aksesoris, bahkan lidah saya yang seenaknya sehingga tidak perlu memilih-milih makanan. Menurut rekan saya itu, hidup saya begitu enak karena tidak perlu memikirkan hal-hal sepele yang bisa jadi menguras energi saya.

Jleb…

Ocehan rekan saya itu serasa menjadi tamparan tersendiri bagi saya. Inikah cara Sang Pencipta menjawab rasa kesal saya ?

Tampaknya saya terlalu menikmati rasa kesal saya belakangan ini. Berkutat dengan masalah yang saya hadapi, hingga lupa dengan anugrah lain yang saya terima.

Rabu, 21 September 2011

Math vs Sepak Bola

Selasa siang, 20 September 2011..

Seorang anak bernama Axel menuju arah meja guru. Lengkap dengan kostum sepakbolanya. Tampaknya dia akan ikut ekskul sepakbola. Kesal… kesal … pokoknya kesal …

Saya selalu merasa kesal, tiap kali anak-anak yang ikut ekskul bola harus mengikuti ulangan perbaikan matematika. Kesal karena latihan mereka akan tertunda… paling tidak, untuk belasan menit.

Mungkin karena saya penggemar sepak bola. Saya senang sekali menonton pertandingan sepak bola, baik di lapangan maupun di televisi. Berusaha mengikuti perkembangan dunia sepakbola nasional. Untuk internasional, saya tidak terlalu mengikuti. Paling-paling saya hanya ingin menonton Didier Drogba saja hehehe…Nah, itulah kenapa saya sangat ingin murid-murid saya berlatih disiplin supaya bisa menjadi pemain bola yang bagusssss… Pemain yang akan menggantikan Ponaryo, Bambang Pamungkas, Saktiawan Sinaga, Boas Salosa dll… Pokoknya, mereka harus latihan !!!! Saya sangat yakin dengan kemampuan mereka. Saya yakin mereka akan bisa mengembangkan bakatnya, kalau mereka disiplin latihan.

Kembali ke masalah ulangan perbaikan. Ulangan ini memang selalu saya adakan sepulang sekolah, begitu lah aturannya. Karena itulah, ketika melihat Axel dan Dika dengan kostum sepak bolanya, saya sangat berharap mereka segera memahami materi matematikanya, supaya bisa segera bergabung dengan teman-temannya. Siang itu, Okta, Ben dan lain-lain sudah menanti dengan setia di dekat pintu kelas. Tampak begitu merindukan kehadiran Axel dan Dika hahaha … Saya tentu tidak boleh menyulap nilai. Yang bisa saya lakukan adalah, melotot supaya mereka belajar serius dan kami bisa segera mengakhiri kegiatan itu…. Wkwkwk…

Untunglah, siang itu mereka tidak perlu berlama-lama di depan saya. Dengan mulut mangap sambil mata melotot nyaris keluar, Axel dan Dika bisa menyelesaikan ulangan itu tidak lebih dari setengah jam… Bisa !!!!! … mereka pun, segera kabur !!!! hahaha …. Selamat berlatih Nak …

Kamis, 15 September 2011

Jadwal Ulangan Bab II : Bilangan Pecahan

Setelah lamaaaaaaaaaaaaa banget kita nggak ulangan. Nah, inilah saat-saat yang ditunggu-tunggu ... Kita akan mengadakan acara penting ini pada :

7A : Kamis, 22 September 2011 jam ke 1-2
7B : Rabu, 21 September 2011 jam ke 7-8
7C : Rabu, 21 September 2011 jam ke 2-3

Jangan lupa ya ... Lima menit sebelum ulangan dimulai, kalian wajib mengumpulkan EMAN 2 nya .... Kerjakan dengan lengkap ya ....

Selamat Belajar .... semangat !!!!!!

Oiya, buat kamu-kamu yang pengen latihan dulu... boleh klik link ini ya : Latihan Ulangan Bab II

Sabtu, 03 September 2011

Pulau Pari, 29-31 Agustus 2011

Ini cerita tentang liburan. Benar-benar liburan, maka tidak ada acara formal. Aku hanya akan menceritakan hal-hal yang kualami, bukan yang dialami oleh rombonganku.

Kami berangkat dari pelabuhan Muara Angke, Jakarta sekitar pukul 8 pagi. Rombonganku terdiri dari Aku, Cia, Citra, Sinta, Dhagdo, Davin dan Evelin. Kami menuju Pulau Pari, salah satu pulau di kawasan Kepulauan Seribu.

Kami tiba sekitar pukul 11 siang dan langsung disambut oleh guide kami yang paling oke, namanya Pak Udin dan rekannya Pak Kasim….aku agak lupa namanya, yang jelas ada 2 orang. Kami langsung makan siang dan mulai bermain-main di pantai yang posisinya tepat dibelakang rumah penginapan kami.

Pikiranku melayang ke tanah kelahiranku, Danau Toba. Rumahku berada tepat dipinggir danau terbesar di Indonesia itu. Aku merasa begitu merindukan bapakku. Beberapa waktu lalu, dia baru saja kecelakaan, mungkin sekarang belum pulih ke keadaan semula. Teringat ketika bapakku hampir mati kedinginan di malam hari, sementara aku tidur dengan lelap dilapisi tiga selimut. Apa bapakku membangunkanku untuk mengambil salah satu selimut itu ? Tidak. Bapakku membiarkanku terlelap. Adakah ayah yang lebih baik dari bapakku ? kurasa tidak. Terima kasih untukmu Tuhan, karena memilih dia menjadi bapakku.

Sore harinya, kami bermain-main di Pantai Pasir Perawan. Pantai yang indah walaupun sempat membuatku kecewa. Kecewa karena aku dan teman-temanku tidak bisa berenang. Pantai itu terlalu dangkal sehingga kami hanya bisa berendam disana. Beberapa jam kami berendam disana. Ngobrol ngalor-ngidul. Obrolan tentang keluargalah yang paling kuingat. Aku sempat kaget ketika Dhagdo bilang “aku ngga bisa bayangin deh, gimana rasanya jadi anak yang orang tuanya gay …”. Toeng… Apa kabar temanku nun jauh disana ? Sudahkah kau siap mengatakan pada orang tuamu bahwa kau seorang gay ? Masihkah kau hidup dalam ketakutan dan kebingungan untuk mengakui itu pada banyak orang ? Doaku untukmu, semoga kau baik-baik saja dalam pilihanmu…. Maaf karena tak pernah bisa membantumu menemukan solusi …

Tuhan,

Andai aku bisa melihat sejauh ini …

Mungkin aku akan mampu berpikir lebih bijak …

Pandanganku yang sempit, sering kali membuatku egois…

Tidak melihat apa yang berada jauh disana …

Bantu aku untuk selalu melihat lebih jauh …

Itulah doaku di pagi hari. Kuucapkan ketika aku menyendiri di tepi laut. Sendiri karena aku bangun kesiangan sehingga ditinggal teman-temanku yang pergi melihat matahari terbit.

Siang hari di hari ke-2, kami pergi snorkeling ke bagian laut di dekat Pulau Tikus. Menikmati keindahan terumbu karang. Sejujurnya aku tidak terlalu tertarik dengan terumbu karang. Aku justru sibuk berlatih menggunakan kaki katak dan pelampungku. Maklumlah, seumur hidup aku belum pernah menggunakan kedua benda itu. Entah sejak kapan aku bisa berenang, yang jelas aku selalu merasa tidak membutuhkan pelampung untuk berenang, apalagi kaki katak. Andai aku menikmati pemandangan bawah laut, mungkin aku membutuhkan kedua benda itu. Tapi, karena aku tidak begitu menikmatinya, aku segera melepaskan kedua benda itu. Aku justru sibuk dengan ban yang kebetulan disediakan di kapal itu.

Malam terakhir, kami mengadakan bakar-bakaran. Seekor ayam dan beberapa ekor ikan menjadi bahan mentahnya. Teman-temanku duduk didekat api sementara aku duduk menyendiri di tepi pantai. Mengingat berbagai kejadian yang belakangan ini kualami. Sempat menangis ketika teringat kejadian sebulan lalu. Layakkah seseorang menyakiti orang lain hanya karena salah paham ? Tidak adil. Sampai sekarang, itu yang kurasakan. Andai tidak ada teman-temanku, mungkin aku akan berteriak sekeras mungkin, meluapkan kekecewaanku ke arah laut yang luas itu. Tapi, mungkin itulah gunanya teman, keberadaan mereka membuatku tetap “waras”.

Kami meninggalkan pulau itu sekitar pukul 11 siang. Meninggalkan ketenangan… bersiap bertemu dengan keramaian dan rutinitas lagi. Senang berada di pulau itu. ...

Foto-foto liburanku kali ini, kusimpan di : Foto Liburan ke Pulau Pari

Selasa, 23 Agustus 2011

Tugas Bab II Supaya Belajar "Modis"




Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, Bu Sarma hendak bersenang-senang selama liburan. Untuk itu, beliau membuat daftar pengeluarannya selama libur. Perhatikan brosur-brosur diskon di atas, untuk menghitung potongan harga yang diperoleh oleh Bu Sarma. Brosur itu penting karena Bu Sarma termasuk orang yang modis alias modal diskon hehehe ….

· Bersama 1 orang adik pergi ke Dufan. Diketahui harga normal masuk ke DUFAN adalah Rp. 195.000

· Membeli batik muslim yang harga awalnya Rp. 175.000

· Membeli buku di Gramedia Grand Indonesia yang harga awalnya Rp. 82.000

· Menyiapkan 12 botol susu. Susu Bendera Cair, coklat full cream, 800 ml/botol. Normalnya Rp. 2.800/botol.

Tugasnya :

1. Hitunglah total pengeluaran Bu Sarma berdasarkan data diatas.

2. Buatlah rencana belanjamu sendiri, seperti yang dilakukan Bu Sarma. Tetapi, uang yang boleh kamu gunakan hanya Rp. 300.000

Oiya, untuk tugas ini, kamu kumpul paling lambat tanggal 8 September 2011. Boleh ditulis tangan, boleh diketik. Kalau ditulis tangan, tulisannya yang bisa dibaca ya. Kalau diketik, print nya di kertas warna putih ya ...


Selamat bekerja …

Rabu, 27 Juli 2011

Jadwal Ulangan bab I : Bilangan Bulat

hai ... hai....
setelah sekitar 3 minggu belajar tentang Bilangan Bulat...Maka, sudah saatnya saya menguji pemahaman kalian...kalau sudah paham, ya bagus...kalo belum paham, ya nanti saya ajarin lagi di kelas remedial ...simple toh...
Nah, pengujiannya akan dilaksanakan pada :

Kelas VII A : Kamis, 4 Agustus 2011 jam ke 7-8
Kelas VII B : Jumat, 5 Agustus 2011 jam ke 7-8
Kelas VII C : Rabu, 3 Agustus 2011 jam ke 7-8

Jangan lupa mempersiapkan diri.
Eits, jangan lupa...sebelum ulangan, kalian juga wajib mengumpulkan EMAN 1 nya...Jadi, kalau mulai ulangannya jam 12 siang, maka EMAN dikumpulkan jam 12 kurang 5 menit ....EMAN-nya dikerjakan selengkap-lengkapnya...

Oiya, buat kamu-kamu yang punya nilai UKK Bab 1 dibawah 70, silahkan datang untuk UKK lagi di hari remedial (Selasa atau Kamis)...Tapi, kesempatan perbaikannya cuma SATU KALI lho...makanya, supaya aman, sebelum kamu UKK lagi, silahkan belajar dulu deh ... klik web math buat latihan ini juga boleh ...

Selamat Mempersiapkan diri ....

Senin, 25 Juli 2011

Marthina


Saya mengenal anak ini ketika di Lampung, sekitar 4 tahun lalu. Pertama kali melihat, saya pikir dia balita. Tubuhnya kecil dan kurus. Ternyata saya salah, waktu itu dia sudah 6 tahun. Tubuhnya kecil karena dia punya penyakit yang membuatnya sulit untuk gemuk. Bahkan, adiknya lebih besar secara fisik darinya.

Lama tak bertemu, tiba-tiba sekitar 2 minggu lalu saya melihat fotonya terpampang di FB yayasan tempat saya mengajar ketika di Lampung. Dituliskan bahwa Marthina sedang dirawat di rumah sakit dan sedang menunggu untuk operasi. Operasi yang mendengarnya pun aku sudah merinding. Diotaknya terdapat cairan dan harus disedot. Dituliskan bahwa keluarganya membutuhkan dana untuk operasi itu dan memohon bantuan untuk para donator.

Ketika saya membaca berita itu, maka saya langsung berpikir “okelah…nanti ke ATM, transfer …”. Seolah beres. Untuk saat itu cuma itu yang bisa saya pikirkan. Tampaknya saya tidak punya waktu untuk mengunjunginya, dan lagi pula saya bukan dokter yang mampu mengobatinya. Belakangan baru saya merencanakan untuk mengunjunginya tepat di Hari Anak Nasional, Sabtu, 23 Juli 2011.

Saya tiba di rumah sakit sekitar pukul 3 sore…sebuah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Di tangan saya ada makanan dan boneka besar yang siap saya berikan padanya. Ketika kami bertemu, dia tersenyum…senangnya mengetahui kalau dia masih mengingat saya. Di kepalanya ada perban besar yang membalut luka tempat penyedotan cairan itu.

Obrolan saya, Marthina dan ibunya bermacam-macam topik. Mulai dari kebiasaannya sekarang hingga penyakitnya sekarang. “Jantungnya udah ngga bisa diapa-apain… tinggal otaknya aja yang masih di usahain…pokonya saya pasrahkan pada Tuhan aja”, begitu kalimat yang saya ingat.

Selama di rumah sakit, saya sering pura-pura tidak melihat ketika Marthina mengeluh kesakitan. Saya tidak tega. Tapi, kejadian ketika dokter datang untuk mengontrol dan mengganti perban di kepalanya tidak bisa saya hindari. Saya tidak punya alasan untuk keluar ruangan.

Cairan bening disuntikkan ke selang yang ditempelkan di kepalanya. Disuntikkan beberapa kali dan saya lihat cairan itu mengalir ke arah kepalanya. Tidak berapa lama, dokter melakukan sesuatu yang tidak terlalu saya pahami, yang jelas cairan itu seolah keluar lagi dari kepala Marthina. Tetapi cairan itu sekarang berwarna merah…Ahhh… kenapa saya harus melihat ini ?

Saya berusaha mencari kesibukan supaya tidak melihat kejadian itu. Tapi, telinga saya toh tetap bisa mendengar. Dia menangis selama dokter melakukan ritual itu. Menangis sekeras-kerasnya karena mungkin hanya itu yang bisa dia lakukan.

Sejenak saya protes pada Sang Pencipta. Untuk apa semua ini? Mengapa seorang bocah harus mengalami hal demikian ? Dimana kuasaMu untuk memberi kesembuhan bagi umatMu ? Tapi, apa layak saya protes pada Pencipta ? tampaknya tidak. Toh, jalanNya sering berbeda dari jalan umatNya …

Waktu itu, saya pun teringat pada Mama saya. Saya teringat ketika Mama begitu panik karena saya tidak selera makan. Yaa..dia panik hanya karena saya memuntahkan makanan. Wajah serta gerak-geriknya menandakan bahwa dia cemas. Doanya hanya untuk kesembuhan anaknya, tidak ada yang lain. Tak terbayangkan apa yang ada di pikirian ibunya Marthina. Ini bukan hanya soal selera makan. Ini tentang darah. Cairan itu bercampur darah disedot dari kepala anaknya. Dia harus mendengar rintihan anaknya dan ditambah … dia juga yang memegangi selang itu. Selang itu mengeluarkan darah anaknya, dan selang itu harus dipegangi olehnya !!! Tampaknya, kekuatan beliau ratusan kali lebih tinggi dari kekuatan mama saya. Salut untukmu Bu …

Setelah beberapa jam di rumah sakit. Saya pulang. Sebelum pulang saya berpesan pada Marthina supaya dia banyak makan. Diusianya yang 10 tahun, tentu berat badan 17 kg sangat tidak ideal. Dia tertawa sambil memegangi boneka yang saya bawa. Yaa..harusnya dia memegangi benda seperti itu. Bukan sibuk dengan perban di kepala atau selang di kaki dan kepalanya. Semoga cepat sembuh nak …

Saya keluar dari kamar itu sambil bertanya “sebegitu rahasianya kah rencanaMu, sampai-sampai ibunya pun tidak boleh tau apa yang akan terjadi ? ”

Kamis, 21 Juli 2011

Salam Kenal Angkatan 24




Mendengar pengumuman bahwa saya akan mengajar di kelas VII untuk tahun ajaran 2011-2012 membuat saya begitu senang. Senang karena saya akan mengenal anak-anak yang baru. Sebenarnya saya juga senang mengajar 2 angkatan sebelumnya, tapi karena sudah pernah mengajar mereka, maka saya sudah kenal mereka lah hehehe… Nah, kalau yang angkatan 24 ini belum pernah saya ajar dan tentunya masih “fresh from the oven”.

Yaa…mengenal anak-anak baru selalu membuat saya teringat akan mimpi-mimpi saya di dunia matematika. Mimpi bahwa suatu saat nanti matematika bisa lepas dari label “pelajaran sulit”. Mungkin label itu tidak disetujui sebagian orang, tapi… memang begitu adanya…sebagian orang masih memberikan label itu pada bidang studi yang saya ampu ini.

Angkatan 24 ini mengingatkan saya pada angkatan 22 SMPK Ricci II. Menurut saya, mereka sama-sama masih polos dan gampang diajak bercanda. Tentunya, bisa diajak serius ketika memang harus serius. Dihari pertama saya berkenalan dengan mereka, saya sedikit kecewa. Kecewa karena mereka sudah tau banyak tentang saya hehehe….

Tadinya saya berpikir akan menjadi sosok serius di angkatan 24 ini. Tapiiiiiiiiiiii….ternyata sebagian dari angkatan 24 ini adalah adik dari murid-murid saya di angkatan 21. Alhasil, bocoran tentang kebiasaan saya pun sudah ada. Gagal lah saya menjadi guru serius wakakak….

Saya ingat ekspresi bingung anak-anak itu ketika saya katakan bahwa saya tidak terlalu peduli apakah PR mereka benar atau salah, buat saya yang penting mereka sudah berusaha mengerjakan sebisanya, itu sudah cukup. Mungkin sebagian dari mereka masih berorientasi pada nilai berupa angka. Mengerjakan sesuatu karena akan diberi angka oleh gurunya.

Saya menjelaskan sebisa saya bahwa PR adalah sesuatu yang bisa mereka kerjakan sesuai dengan kepribadian mereka. Kenapa ? Karena mereka bisa mengerjakan diwaktu yang mereka suka, mereka bisa mengerjakan sambil selonjoran, mereka bisa mengerjakan sambil mendengar musik, mereka bisa mengerjakan dengan orang tuanya, mereka bisa mengerjakan bersama teman via facebook, dst. Itulah mengapa PR begitu berharga. Dan harganya, tidak bisa hanya berupa angka. Harganya harus berupa proses pengenalan diri sendiri dan orang lain.

Ketika mereka tidak bisa dan akhirnya bertanya pada orang tua, disitulah matematika hadir sebagai penghubung antara anak dan orang tua. Ketika mereka tidak bisa dan akhirnya menelepon temannya, disitulah matematika hadir sebagai penghubung antara dua remaja. Proses-proses itu lebih penting dari sekedar angka. Saya menyadari bahwa apa yang saya pikirkan ini belum tentu bisa mereka pahami. Tapi, saya tetap berharap suatu saat mereka akan menyadari itu, sama seperti kakak-kakak mereka telah menyadari itu.

Oiya, entah karena sudah terlalu tua atau ada alasan lain, yang jelas saya sulit sekali menghafal nama mereka. Sudah seminggu, dan saya baru bisa menghafal sekitar 30% anak. Payah sekali. Terkadang ketika saya harus menegor seorang anak, saya harus berputar-putar dulu, misalnya “yang belakangnya Nia siapa ? Nah, yang dikanannya itu…hmm..kamu jangan ngobrol mulu ya…”. Hadohhh…kalau begini terus, bisa-bisa waktu pelajaran habis hanya untuk berputar-putar seputar nama….moga-moga daya ingat saya kembali pulih, supaya bisa mengajar dengan lebih afdol.

Senin, 04 Juli 2011

Bintang


Bermula dari rencanaku mengisi liburan. Aku bertanya pada seorang kawan, adakah acara yang cukup seru untuk mengisi liburan dua mingguku. Kawanku itu mengenalkanku pada sebuah komunitas bernama Tlatah Bocah. Konon, akan ada acara pagelaran seni di desa-desa sekitar lereng gunung Merapi. Ketika seorang teman mengajakku ke mall, nonton bioskop, seminar, dufan atau ragunan…aku akan berpikir 5 kali untuk menerima ajakannya. Tetapi jika seorang teman mengajakku ke pantai, air terjun, danau, gunung atau laut … aku akan berpikir 5 kali untuk menolaknya. Itulah yang terjadi…aku mengikuti saran temanku itu. Kendati tidak bisa memainkan seni tradisional, minatku menonton pertunjukan seni tradisional cukup tinggi. Alasan itu pula yang menambah alasanku untuk berangkat ke Magelang.

Aku tiba di sebuah dusun bernama Ngandong. Dusun itu terletak di desa Ngargomulyo, Kabupaten Magelang. Aku tinggal di rumah kepada dusun yang sangat kocak tetapi cerdas. Yaaa..bapak polos itu tidak dapat menyembunyikan kecerdasannya dibalik obrolannya yang sering kali membuatku tertawa. Bapak itu Bernama Surat. Nama yang unik menurutku.

Sejak awal sudah kujelaskan pada Bu Surat bahwa aku sama sekali tidak bisa memasak dan sejujurnya tidak terlalu tertarik dengan dunia masak-memasak. Bu Surat benar-benar memahami, karena itulah aku tidak pernah dibebani acara memasak bersama. Aku cukup menikmati tugasku bersih-bersih rumah.

Di dusun itu, biasanya aku bangun pukul 6 pagi. Tentu bukan untuk menemani Bu Surat memasak, melainkan untuk duduk menghadap ke arah gunung Merapi. Duduk di depan halaman rumah Pak Surat sambil memandangi gunung yang sempat membuat warga panik itu. Aku tidak terlalu peduli dengan kulitku yang gosong karena matahari. Buatku, memandang detail lekukan gunung itu terlalu menyenangkan untuk ditinggalkan. Biasanya aku akan beranjak dari posisi itu jika matahari sudah terlalu tinggi dan awan menutupi puncak gunung itu. Setelah sarapan biasanya aku beraktivitas sesukaku di dusun itu. Terkadang mengunjungi kandang sapi milik Pak Surat, mengikuti Bu Surat menyemprot ladang cabainya, atau bermain ke sungai.

Malam hari adalah waktu favoritku. Aku sangat menikmati waktu ketika aku menatap bintang-bintang di langit. Ketika aku kecil, nenekku pernah mengatakan bahwa jika langit berbintang artinya tidak akan hujan. Yaa, selama aku tinggal di sebuah desa di Sumatera Utara, teori itu memang terbukti. Jika langit berbintang, maka aku dan teman-teman akan bermain di luar rumah. Bermain hingga mereka dipanggil orang tuaanya dan aku dipanggil Opungku untuk tidur. Tetapi teori itu tidak berlaku ketika aku mengikuti orang tuaku tinggal di daerah Tangerang. Disini, aku tidak pernah lagi melihat bintang. Aku akan melihat bintang ketika aku pergi ke Puncak bersama teman-teman atau mudik ke kampong halamanku.

Bagiku, bintang begitu indah, jauh melebihi apa pun di dunia ini. Seorang kawan pernah mengatakan “lah, sampean ini piye ? masa perempuan ga suka bunga”. Hahaha… biarlah ia menganggapku aneh. Tapi yang jelas, keindahan bunga tidak akan pernah bisa mengalahkan keindahan bintang.

Memandangi bintang sering kali membuatku menitikkan air mata. Sering membuatku teringat akan tugasku di dunia ini.

Sudahkah aku menjadi cahaya bagi orang lain? Atau justru aku telah menjadi sumber kegelapan untuk orang lain …

Sudahkah kehadiranku membawa kegembiraan bagi orang lain ? Atau justru kehadiranku telah menjadi malapetakan untuk orang lain …

Sudahkah aku menyinari kehidupan orang-orang yang sangat jauh dariku ? Atau justru hanya sibuk mencari muka terhadap orang-orang di sekitarku …

Entahlah …

Acara tidurku biasanya dimulai jika mataku sudah terlalu lelah atau bintang-bintang itu sudah mulai tidak tampak. Tidur dengan harapan akan melihat bintang-bintang itu lagi di esok hari.

Selasa, 07 Juni 2011

Kelas Perdana

Ini cerita tentang kelas perdana saya. Kenapa perdana ? Karena dikelas inilah saya pertama kali menjadi wali kelas. Dengan tugas baru yang hanya bisa saya raba-raba. Buku Standar Operasional Prosedur tak cukup untuk menambah pengetahuan saya tentang tugas baru ini. Tapi … dari pada hanya sibuk dengan ketidaktahuan, akhirnya saya memilih untuk menjalaninya. Menjalaninya dengan senang hati karena ternyata kelas ini memang patut dibanggakan.

Rasa bangga saya terhadap kelas ini, tidak akan pernah cukup jika diungkapkan. Terlalu banyak hal yang pantas untuk dijadikan pelajaran. Disini saya tuliskan beberapa hal yang sangat saya banggakan dari mereka..

· Mereka adalah anak-anak mandiri. Hampir tidak pernah saya menemani mereka menyiapkan sebuah acara. Saya hanya menyetujui konsep yang mereka berikan, mendampingi mereka ketika terjadi konflik internal..sisanya, mereka kerjakan sendiri…

· Mereka adalah anak-anak yang sangat menerima perbedaan. Tak pernah ada satu anak pun yang memaksakan temannya keluar dari pribadi mereka. Mungkin marah ketika temannya mengecewakan orang tua atau guru, tapi amarah itu akan hilang seiring perubahan temannya itu…mereka menerima karakter tiap temannya.

· Mereka adalah anak-anak berjiwa sosial. Mudah untuk menghimpun dana di kelas ini. Subsidi silang antar teman hanya membutuhkan lobi-lobi kecil…

· Mereka adalah anak cerdas. Cerdas dalam arti yang sesungguhnya. Saya sering mengatakan pada mereka “Kalau kamu salah, itu biasa…tapi kalau kamu salah untuk hal yang sama…alangkah bodohnya…”.

Masih banyak lagi…tak mungkin ditulis semuanya.

Selain rasa bangga, rasa yang tidak bisa saya tutupi adalah rasa syukur. Ungkapan syukur saya akan penerimaan mereka sama seperti ungkapan syukur saya ketika mendapat hadiah bagus. Dengan puluhan kelebihan dan ribuan kekurangan yang saya miliki, membuat saya terkadang merasa minder. Tapi, mereka lah yang selalu mengembalikan rasa percaya diri saya.

Tak banyak yang saya berikan pada mereka. Tapi mereka memberi banyak hal pada saya. Pelajaran untuk bersikap tenang dalam menghadapi masalah. Pelajaran untuk menertawakan diri sendiri. Pelajaran untuk menerima perbedaan. Pelajaran untuk tidak menyerah pada kekurangan. Pelajaran-pelajaran ini, belum tentu saya dapatkan lagi ditempat lain..

Akhirnya…saya ucapkan selamat untuk keberhasilan kalian. Selamat karena kalian bisa melewati masa-masa akhir di sekolah tanpa ada masalah berarti. Semoga, apa yang kalian dapat dikelas “B” kita ini, akan menjadi catatan manis dalam novel hidup kalian…

Senin, 16 Mei 2011

Mari Melawan Korupsi Sejak Usia Dini


Ini cerita tentang usaha pemberantasan korupsi. Cerita tentang usaha murid saya menuntut keadilan hehehe…

Sekitar satu minggu lalu, kelas kami (Kelas 9B SMPK Ricci II angkatan 21) berencana mengadakan acara pemotretan untuk buku tahunan. Biasa lah… ajang unjuk diri dalam bentuk buku. Setelah melalui acara voting dadakan, akhirnya mereka (murid-murid saya) sepakat dengan tema olahraga. Jadi, mereka akan menggunakan kostum olahraga di sarana olahraga.

Tadinya saya berpikir bahwa mereka mau melakukan pemotretan di komplek sekolah. Tapi ternyata, mereka berencana lain. Mereka akan pergi ke Gelora Bung Karno. Bayangkan, hanya untuk foto-foto saja, mereka memilih pergi ke tempat yang lumayan jauh..Setelah berpikir-pikir beberapa detik akhirnya saya mengijinkan. Saya pikir walaupun ini hanya acara pemotretan, pasti akan ada hal yang dapat mereka pelajari.

Hari-hari berlalu. Survey tempat dilakukan oleh tim kecil. Untuk urusan birokrasi begini, saya paling percaya kepada murid saya yang bernama Kelvin Widjaya. Yaa..anak itulah yang selama ini bisa saya andalkan untuk hal beginian. Mereka pergi survey lokasi. Mencari tempat-tempat yang akan dijadikan latar pemotretan.

Hari H…

Sekitar jam 10, kami sudah berkumpul di depan stadion GBK. Ketiga utusan kami (Andhie Hajar, Kelvin Widjaja dan Aristophanes Andrew) pergi memastikan lokasi-lokasi pemotretan. Kami akan menggunakan sarana olahraga bulu tangkis, sepakbola dan basket. Mereka kembali dengan laporan “Bu, kita boleh make…ga bayar…udah diijinin saya yang ngurusin, namanya Bu Kuntum (bukan nama sebenarnya), yang penting makenya sebelum anak-anak yang mau latihan itu make lapangannya”. Hmm…berangkat !!!!

Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah lapangan bulu tangkis. Setelah basa-basi dengan penjaganya, kami pun menggunakannya. Disela-sela acara pemotretan Kelvin membisikkan sesuatu pada saya “Bu, tempatnya gratis..tapi kata mas-mas itu baiknya dikasih uang lampu…supaya lampunya dinyalain”. Sesaat saya bingung, tapi ya sudah lah…kami sepakati memberi Rp. 20.000 untuk lampu itu…

Setelah sesi pemotretan itu selesai, kami pun berencana pamit kepada penjaga. Ehhhh…tiba-tiba si Mas Kuncup (bukan nama sebenarnya) mengatakan bahwa kami harus membayar lapangan. Seharusnya kami membayar Rp. 180.000 untuk 3 lapangan, tapi karena kami memakainya tidak lama, boleh bayar Rp. 60.000 saja. What ???

Saya dan Kelvin berpandang-pandangan. Dengan bahasa kalbu antara ibu dan anak saya bertanya “kamu bilang gratis?”. Dan dengan bahasa ajaib juga dia menjawab “kata Bu Kuntum memang gratis bu…”.

Karena yakin bahwa seharusnya kami tidak membayar, saya pun bicara pada Mas Kuncup itu. “Mas, katanya ga bayar…kami udah dapet ijin”. Si Mas Kuncup menjawab “yaelah mbak…jaman sekarang mana ada yang gratis…bla..bla..”. Si Mas Kuncup masih memberi penjelasan yang lain-lain tapi saya sudah tidak menyimak.

Andai disini hanya ada saya, pasti saya sudah mendamprat orang ini. Kalimat-kalimat pedas dibumbui sumpah-serapah. Tapi, karena disitu ada Kelvin (murid lain sudah kami amankan) maka saya pun agak sedikit jaim. Dengan tawar-menawar ala pasar tradisional, akhirnya kami pun membayar Rp. 50.000.

Dengan ketus saya bilang “Kwitansinya mas…”. Kemudian dia mengeluarkan kwitansi sambil bertingkah seperti malaikat baik hati “Ini saya tulis Rp. 60.000, tapi karena anak sekolah ya udah bayar Rp. 50.000”. Sial !!!

“Cap nya mas …”, kata saya dengan sinis.

Si Mas Kuncup agak kaget, tapi dalam hitungan detik dia sudah tau apa yang harus dilakukan. Dia keluar, masuk ke ruangan tertentu dan kembali dengan kwitansi yang sudah di cap.

Saya mengambil kwitansi itu dan memberikannya ke Kelvin. “Kamu berani Tanya ke Bu Kuntum tentang kwitansi ini khan ?”, Tanya saya pada Kelvin sambil keluar dari tempat itu. Saya pergi dengan rasa gondok sebesar buah kelapa.

Puluhan menit berlalu. Disaat saya dan beberapa anak sedang menikmati makan siang yang menurut mereka luar biasa mahallllll … hahahaa, Kelvin datang.

“Bu, kata Bu Kuntumnya uangnya minta aja…karena harusnya ga bayar…”.

“Kamu udah jelasin tentang kejadian tadi ?”

“Udah Bu…kata dia minta aja lagi…”

Kami melanjutkan aktivitas sambil menunggu Mas Kuncup menyelesaikan ibadah Sholat Jumat-nya.

Saya sedang menunggui anak-anak yang sedang menjalani sesi pemotretan di lapangan basket ketika Kelvin datang.

“Bu, uangnya udah ada..”

“Apa katanya ?”

“Ga bilang apa-apa Bu..”

Tampang cengok saya pun otomatis keluar sehingga membuat Kelvin merasa bersalah jika tidak memberi penjelasan lengkap.

“Jadi Bu, kan saya ke tempat yang tadi..trus bilang kalo kata Bu Kuntum, harusnya ga bayar…nah, mas nya itu kan lagi makan…tangannya kotor…dia bilang, buka aja lacinya, ambil duitnya…gitu doank Bu..”

Wow…alangkah hebatnya nama Bu Kuntum ini hehehe…

Sambil mengambil uang yang tadi saya berikan, saya masih nyeletuk “kudunya kamu minta Rp. 60.000, sesuai tulisan di kwitansi itu, biar dia rugi ceban”

“Oiya…koq saya ga kepikiran ya…”

Hahaha…oalah Nak, ga kepikiran kayak gitu pun, tindakan kamu hari ini sudah membuktikan kualitasmu koq…

Saya kembali menunggui anak-anak berfoto-foto. Duduk disitu kendati pikiran saya terbang ke dunia antah-berantah. Berusaha merenungkan kejadian hari itu. Andai tiap hari anak-anak itu harus mengalami kejadian seperti itu, tentu ada kemungkinan mereka berpikir bahwa hal yang dilakukan Mas Kuncup itu adalah hal yang wajar. Dan bisa jadi, mereka pun akan menjadi pengikut mereka…dimulai dengan uang Rp. 50.000 dan akhirnya menjadi milyaran rupiah…sepagi ini mereka diajari tentang tindakan menyebalkan itu…L