Indahnya Hidup ketika menikmati Mi Ayam |
Sambil menunggu tukang mi ayam datang, saya hendak bercerita. Kali
ini saya akan bercerita tentang proses pengambilan keputusan. Sebuah keputusan
besar tentang rencana masa depan, tapi bukan tentang pernikahan lho hahaha… Ini
tentang asuransi. Beginilah ceritanya ….
Ketika
kuliah dulu, saya mengambil beberapa mata kuliah tentang asuransi, mulai dari
Matematika Asuransi I, II, Teori Investasi, Manajemen Resiko dan Hukum
Asuransi. Saya belajar bagaimana cara menentukan besarnya premi, peluang hidup,
hukum yang harus dipatuhi dan masih banyak lagi. Percaya atau tidak, saya
selalu mendapat nilai yang bagus, minimal B hehehe… ya jelas bagus, kalau nggak
bagus dari mana saya dapat IPK 3, sekian :p.
Anfortunetli
(dibaca : sayangnya) saya memang mahasiswa yang sangat baik, saking baiknya
saya segera melupakan semua materi-materi itu, sesaat setelah ujian, gubrak
!!!!. Saya sama sekali tidak terpikir untuk menjadi nasabah asuransi. Waktu itu
saya berpikir “asuransi kan produk perbankan … nah, bank hidupnya dari uang
nasabah. Lah, tuh bank ngambil duit gue donk”. Ya, saya akui itu kesimpulan seorang ababil
lah hahaha…
Sekitar
tahun 2009 saya mengunjungi teman saya yang baru saja operasi. Dia operasi
pengangkatan kista. Saya kurang paham tentang penyakitnya sih, yang jelas ada
bongkahan daging sebesar bola tenis yang harus diangkat dari perutnya … wewwww
… menyeramkan. Waktu itu, saya dan beberapa teman lain akhirnya patungan untuk
membantu dia. Anehnya, dia menolak karena katanya biaya seluruh pengobatan
sudah di cover asuransi. Hmmm … ada informasi baru berputar-putar di otak saya.
Tapi, hanya sekedar berputar-putar :p.
Lain
lagi pengalaman tahun lalu. Ketika itu seorang rekan saya akhirnya harus
membuat pengumuman tentang permohonan bantuan untuk biaya operasi anaknya. Saya
memang ikutan berkontribusi sih, tapi di otak saya kembali ada putaran-putaran
tentang asuransi itu. “kalo udah gini, kayaknya bermanfaat sih tuh produk …tapi
…”.
Akhirnya
tahun lalu saya ngobrol dengan seorang teman. Beginilah obrolan kami waktu itu
…
Sarma
: gini lho, kan sekali gue ikut, gue kudu ikut terus … kalo misalnya gue gak
ikut lagi, duit gue raib toh ?
Teman
: Yaa, lo mikirnya jangan jelek gitu …
Sarma
: Harus donk … ini duit cuyyy … gak dua ribu-tiga ribu, yang bisa kita ikhlasin
gitu aja …
Teman
: Iya … tapi kalau lo sakit, ilang semua tabungan lo itu. Bisa jadi, tuh lahan yang udah lo beli bakal
dijual juga …
Sarma
: Tapi kan gue selalu jaga kesehatan. Gue gak suka junkfood, gue rajin
olahraga, gue gak alkoholan, bla bla bla. Peluang gue sakit tuh kecil ….
Teman
: iya gue tau … makanya, lo ambilnya jangan yang cuma asuransi doank. Ambil
yang ada investasinya. Jadi, duit lo gak raib gitu aja. Kalo lo gak pernah
klaim, duit lo utuh lah… tapi, emang gak bisa diambil setiap saat. Paling aman,
lo ambil yang nabung sepuluh tahun. Kalau nantinya lo mau ambil, ambil aja…
Sarma
: utuh ?
Teman
: malah bisa lebih … namanya investasi, bisa untung banget kan?
Sarma
: Tapi, bisa rugi juga kan ?
Teman
: serugi-ruginya, tetep aja lo udah di cover ampe mati … Anggep aja, untuk
sekarang, emang produk ini yang cocok jadi solusi perbankan lo … Lo ngerasa
bakal sehat terus, tapi jauh dilubuk hati lo, lo juga takut sakit …
Setelah
obrolan itu, saya memang berpikir untuk berinvestasi di perusahaan asuransi.
Saya menyisihkan dana untuk itu. Jadi, selain menabung untuk membeli ini-itu,
untuk liburan, untuk mudik dan untuk menikah …ooopss… saya juga menabung di
sebuah perusahaan asuransi.
Fortunetli
(dibaca : untungnya) untuk transaksinya tidak terlalu rumit, karena perusahaan
itu bekerja sama dengan bank BCA yang memang memberikan kemudahan transaksi.
Lagipula, sebagai orang pelupa tingkat dewa, sistem auto-debet memang menjadi
layanan perbankan yang paling saya harapkan, untunglah bank itu menyediakannya.
Kalau sampai saya harus berhadapan dengan kerumitan-kerumitan bertransaksi,
pastilah putaran-putaran di otak saya itu segera hilang … cling …
Nah,
itulah cerita saya tentang pengambilan keputusan besar. Benar-benar besar lho …
karena kalau uang itu saya belikan mi ayam, pasti bisa membeli mi ayam porsi
besar hehee. Oiya, kata orang kan, untuk menambah tabungan, kita bisa mulai
berbisnis dari yang kita suka, gimana kalau saya bisnis mi ayam ya? Kalau nggak
laku, bisa saya makan sendiri wkwkwk … Tapi, kalau laku banget, bisa-bisa saya
tidak perlu jadi “buruh” terus. Bisa
beli buku yang banyak. Bisa bikin rumah makan mi ayam yang diatasnya ada
perpustakaan. Bisa macem-macem … Halahh.. malah ngimpi … Eh, gapapa deh mimpi
jadi bisnis-woman, katanya kan kalau buruh gak bisa mandiri secara finansial,
berarti kudu bisnis nih, biar mencapai kemandirian finansial. Tapi modalnya
mana Sarma ?????? Ya nabung !!!! … jangan ngimpi aja …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar