Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Senin, 25 Juli 2011

Marthina


Saya mengenal anak ini ketika di Lampung, sekitar 4 tahun lalu. Pertama kali melihat, saya pikir dia balita. Tubuhnya kecil dan kurus. Ternyata saya salah, waktu itu dia sudah 6 tahun. Tubuhnya kecil karena dia punya penyakit yang membuatnya sulit untuk gemuk. Bahkan, adiknya lebih besar secara fisik darinya.

Lama tak bertemu, tiba-tiba sekitar 2 minggu lalu saya melihat fotonya terpampang di FB yayasan tempat saya mengajar ketika di Lampung. Dituliskan bahwa Marthina sedang dirawat di rumah sakit dan sedang menunggu untuk operasi. Operasi yang mendengarnya pun aku sudah merinding. Diotaknya terdapat cairan dan harus disedot. Dituliskan bahwa keluarganya membutuhkan dana untuk operasi itu dan memohon bantuan untuk para donator.

Ketika saya membaca berita itu, maka saya langsung berpikir “okelah…nanti ke ATM, transfer …”. Seolah beres. Untuk saat itu cuma itu yang bisa saya pikirkan. Tampaknya saya tidak punya waktu untuk mengunjunginya, dan lagi pula saya bukan dokter yang mampu mengobatinya. Belakangan baru saya merencanakan untuk mengunjunginya tepat di Hari Anak Nasional, Sabtu, 23 Juli 2011.

Saya tiba di rumah sakit sekitar pukul 3 sore…sebuah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Di tangan saya ada makanan dan boneka besar yang siap saya berikan padanya. Ketika kami bertemu, dia tersenyum…senangnya mengetahui kalau dia masih mengingat saya. Di kepalanya ada perban besar yang membalut luka tempat penyedotan cairan itu.

Obrolan saya, Marthina dan ibunya bermacam-macam topik. Mulai dari kebiasaannya sekarang hingga penyakitnya sekarang. “Jantungnya udah ngga bisa diapa-apain… tinggal otaknya aja yang masih di usahain…pokonya saya pasrahkan pada Tuhan aja”, begitu kalimat yang saya ingat.

Selama di rumah sakit, saya sering pura-pura tidak melihat ketika Marthina mengeluh kesakitan. Saya tidak tega. Tapi, kejadian ketika dokter datang untuk mengontrol dan mengganti perban di kepalanya tidak bisa saya hindari. Saya tidak punya alasan untuk keluar ruangan.

Cairan bening disuntikkan ke selang yang ditempelkan di kepalanya. Disuntikkan beberapa kali dan saya lihat cairan itu mengalir ke arah kepalanya. Tidak berapa lama, dokter melakukan sesuatu yang tidak terlalu saya pahami, yang jelas cairan itu seolah keluar lagi dari kepala Marthina. Tetapi cairan itu sekarang berwarna merah…Ahhh… kenapa saya harus melihat ini ?

Saya berusaha mencari kesibukan supaya tidak melihat kejadian itu. Tapi, telinga saya toh tetap bisa mendengar. Dia menangis selama dokter melakukan ritual itu. Menangis sekeras-kerasnya karena mungkin hanya itu yang bisa dia lakukan.

Sejenak saya protes pada Sang Pencipta. Untuk apa semua ini? Mengapa seorang bocah harus mengalami hal demikian ? Dimana kuasaMu untuk memberi kesembuhan bagi umatMu ? Tapi, apa layak saya protes pada Pencipta ? tampaknya tidak. Toh, jalanNya sering berbeda dari jalan umatNya …

Waktu itu, saya pun teringat pada Mama saya. Saya teringat ketika Mama begitu panik karena saya tidak selera makan. Yaa..dia panik hanya karena saya memuntahkan makanan. Wajah serta gerak-geriknya menandakan bahwa dia cemas. Doanya hanya untuk kesembuhan anaknya, tidak ada yang lain. Tak terbayangkan apa yang ada di pikirian ibunya Marthina. Ini bukan hanya soal selera makan. Ini tentang darah. Cairan itu bercampur darah disedot dari kepala anaknya. Dia harus mendengar rintihan anaknya dan ditambah … dia juga yang memegangi selang itu. Selang itu mengeluarkan darah anaknya, dan selang itu harus dipegangi olehnya !!! Tampaknya, kekuatan beliau ratusan kali lebih tinggi dari kekuatan mama saya. Salut untukmu Bu …

Setelah beberapa jam di rumah sakit. Saya pulang. Sebelum pulang saya berpesan pada Marthina supaya dia banyak makan. Diusianya yang 10 tahun, tentu berat badan 17 kg sangat tidak ideal. Dia tertawa sambil memegangi boneka yang saya bawa. Yaa..harusnya dia memegangi benda seperti itu. Bukan sibuk dengan perban di kepala atau selang di kaki dan kepalanya. Semoga cepat sembuh nak …

Saya keluar dari kamar itu sambil bertanya “sebegitu rahasianya kah rencanaMu, sampai-sampai ibunya pun tidak boleh tau apa yang akan terjadi ? ”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar