Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Senin, 04 Juli 2011

Bintang


Bermula dari rencanaku mengisi liburan. Aku bertanya pada seorang kawan, adakah acara yang cukup seru untuk mengisi liburan dua mingguku. Kawanku itu mengenalkanku pada sebuah komunitas bernama Tlatah Bocah. Konon, akan ada acara pagelaran seni di desa-desa sekitar lereng gunung Merapi. Ketika seorang teman mengajakku ke mall, nonton bioskop, seminar, dufan atau ragunan…aku akan berpikir 5 kali untuk menerima ajakannya. Tetapi jika seorang teman mengajakku ke pantai, air terjun, danau, gunung atau laut … aku akan berpikir 5 kali untuk menolaknya. Itulah yang terjadi…aku mengikuti saran temanku itu. Kendati tidak bisa memainkan seni tradisional, minatku menonton pertunjukan seni tradisional cukup tinggi. Alasan itu pula yang menambah alasanku untuk berangkat ke Magelang.

Aku tiba di sebuah dusun bernama Ngandong. Dusun itu terletak di desa Ngargomulyo, Kabupaten Magelang. Aku tinggal di rumah kepada dusun yang sangat kocak tetapi cerdas. Yaaa..bapak polos itu tidak dapat menyembunyikan kecerdasannya dibalik obrolannya yang sering kali membuatku tertawa. Bapak itu Bernama Surat. Nama yang unik menurutku.

Sejak awal sudah kujelaskan pada Bu Surat bahwa aku sama sekali tidak bisa memasak dan sejujurnya tidak terlalu tertarik dengan dunia masak-memasak. Bu Surat benar-benar memahami, karena itulah aku tidak pernah dibebani acara memasak bersama. Aku cukup menikmati tugasku bersih-bersih rumah.

Di dusun itu, biasanya aku bangun pukul 6 pagi. Tentu bukan untuk menemani Bu Surat memasak, melainkan untuk duduk menghadap ke arah gunung Merapi. Duduk di depan halaman rumah Pak Surat sambil memandangi gunung yang sempat membuat warga panik itu. Aku tidak terlalu peduli dengan kulitku yang gosong karena matahari. Buatku, memandang detail lekukan gunung itu terlalu menyenangkan untuk ditinggalkan. Biasanya aku akan beranjak dari posisi itu jika matahari sudah terlalu tinggi dan awan menutupi puncak gunung itu. Setelah sarapan biasanya aku beraktivitas sesukaku di dusun itu. Terkadang mengunjungi kandang sapi milik Pak Surat, mengikuti Bu Surat menyemprot ladang cabainya, atau bermain ke sungai.

Malam hari adalah waktu favoritku. Aku sangat menikmati waktu ketika aku menatap bintang-bintang di langit. Ketika aku kecil, nenekku pernah mengatakan bahwa jika langit berbintang artinya tidak akan hujan. Yaa, selama aku tinggal di sebuah desa di Sumatera Utara, teori itu memang terbukti. Jika langit berbintang, maka aku dan teman-teman akan bermain di luar rumah. Bermain hingga mereka dipanggil orang tuaanya dan aku dipanggil Opungku untuk tidur. Tetapi teori itu tidak berlaku ketika aku mengikuti orang tuaku tinggal di daerah Tangerang. Disini, aku tidak pernah lagi melihat bintang. Aku akan melihat bintang ketika aku pergi ke Puncak bersama teman-teman atau mudik ke kampong halamanku.

Bagiku, bintang begitu indah, jauh melebihi apa pun di dunia ini. Seorang kawan pernah mengatakan “lah, sampean ini piye ? masa perempuan ga suka bunga”. Hahaha… biarlah ia menganggapku aneh. Tapi yang jelas, keindahan bunga tidak akan pernah bisa mengalahkan keindahan bintang.

Memandangi bintang sering kali membuatku menitikkan air mata. Sering membuatku teringat akan tugasku di dunia ini.

Sudahkah aku menjadi cahaya bagi orang lain? Atau justru aku telah menjadi sumber kegelapan untuk orang lain …

Sudahkah kehadiranku membawa kegembiraan bagi orang lain ? Atau justru kehadiranku telah menjadi malapetakan untuk orang lain …

Sudahkah aku menyinari kehidupan orang-orang yang sangat jauh dariku ? Atau justru hanya sibuk mencari muka terhadap orang-orang di sekitarku …

Entahlah …

Acara tidurku biasanya dimulai jika mataku sudah terlalu lelah atau bintang-bintang itu sudah mulai tidak tampak. Tidur dengan harapan akan melihat bintang-bintang itu lagi di esok hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar