Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Kamis, 22 April 2010

Seri 6 : Marcel J dan Kapten Tsubasa

Shock adalah kata yang paling tepat menggambarkan suasana hati saya ketika bertemu dengan Marcel Joshua (MJ). Dia begitu besar dan saya begitu kecil. Padahal dia adalah murid saya. Keadaan yang terbalik.

MJ memang gendut. Badannya jauh lebih besar dari teman-temannya. Ketika pembelian seragam pun, panitia sampai kewalahan mencari ukuran yang tepat untuknya. Keunikannya akan makin terlihat ketika dia tertawa. Yaa, matanya akan tertutup jika dia tertawa. Pernah saya bercanda dengan mengatakan ”ayo Cel kita main petak umpet tapi syaratnya kamu harus ketawa terus, gmn ?”. Mendengar itu MJ malah makin tertawa dan makin hilanglah matanya. Hahaha.

Yang membuat MJ menjadi sosok istimewa adalah kemampuannya menerima keadaan. Setiap kali temannya mengejek atau menertawainya, dia malah ikut tertawa. Tidak jarang, justru dialah yang memulai kekonyolan-kekonyolan tentang ukuran badannya. Tampaknya dia tidak pernah tersinggung untuk ledekan-ledekan itu.

Beberapa waktu lalu MJ dan kelompoknya mendapat tugas drama. Saya melihat mereka sedang membicarakan skenario yang akan dimainkan. Saya sempat bertanya, lakon apa yang akan mereka mainkan. Tanpa pikir panjang, MJ langsung menjawab ”ini tentang kesehatan Bu. Khan awalnya saya sehat, trus saya sakit..muntah-muntah terus...pokoknya terus-terusan, sampai badan saya jadi kaya dia hahaha”, kata MJ sambil menunjuk temannya yang memiliki ukuran badan jauh lebih kecil.

Marcel ternyata punya hobi olahraga. Dia suka sepak bola. Tokoh idolanya pun seorang pemain sepak bola. Namanya Kapten Tsubasa. Ini memang hanya tebakan saya setelah melihatdia menggambar tokoh kartun ini dengan wajah sumringah.
Bulan Januari lalu, dia mengikuti kompetisi sepak bola. Posisinya adalah penjaga gawang. Saya melihat ketika MJ bermain, gerakannya memang tidak selincah temannya yang lain. Ketika namanya dipanggil, lama sekali dia baru bisa sampai di gawangnya.

Komentator pertandingan yang juga adalah temannya, cukup senang ketika MJ maju. Komentator itu mengatakan “Nah ini lah dia Marcel, tampak sehat sekali dia....dengan badan atletis bro...hahahaha”. Mendengar itu Marcel langsung tertawa sambil melambaikan tangannya ke arah penonton. Hahaha. Itulah MJ. Hidup MJ!!

Setelah pertandingan, saya sempat ngobrol dengan MJ. Obrolan tak tentu arah yang membuat saya semakin mengenal MJ.
“Saya baru tau lho, kalo kamu keeper...”
”Wah, payah juga nih ibu...ckckckc”, kata MJ sambil menggeleng-gelengkan kepala.
”Ternyata kamu oke juga yaaa...”
”Ah, jangan ngeledek gitu donk Bu. Saya kan cuma cadangan...mainnya aja cuma beberapa menit..”
”Lho, jangan salah...kamu tuh hueeebattt. Bayangin, kamu adalah keeper yang belum pernah kebobolan. Kamu bisa menjaga gawangmu supaya tetap bersih !!!”
“Bener juga ya Bu ?”
Hahahhaha....kami berdua tertawa. Seperti biasa, kalau MJ tertawa matanya akan tertutup lagi.

Mengetahui keadaannya yang berbeda, tidak membuat MJ berpasrah keadaan. Hal ini saya ketahui dari jawabannya ketika saya menanyakan kenapa dia masih tetap gendut padahal sudah rajin olahraga. Dia bilang “ga tau Bu, tapi udah olahrga aja masih gini, gimana kalo ga olahraga ?”. Ternyata dia tetap berusaha supaya tetap sehat.

Kalau sudah begini, saya benar-benar memberi acungan jempol padanya.
MJ tidak seperti orang-orang dewasa yang terkadang memilih jalan pintas, minum obat pelangsing ini-itu supaya dianggap langsing, tidak makan ini-itu supaya berat badan tidak meningkat dan lain-lain. MJ mengajarkan saya bagaimana cara mensyukuri keadaan tanpa protes pada keadaan itu sendiri. Tidak hanya menggerutu tapi juga melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan. Go MJ !!! Go MJ !! Go !!!

Seri 5 : Toni dan Kebesaran Hatinya

Cerita ini mungkin akan menjadi satu-satunya cerita yang berisi tentang kegagalan. Bercerita tentang anak bernama Toni Irawan. Saya mengenal Toni tahun 2007 di Lampung. Waktu itu dia kelas VII.

Dalam pergaulan Toni cukup aktif. Dia punya banyak teman, mungkin lebih tepatnya dia punya ”gank”. Seperti kebiasaan remaja lainnya yang suka membentuk tim-tim sepermainan. Namun dalam bidang akademik Toni cukup tertinggal. Termasuk dalam pelajaran matematika.

Toni sering mengikuti ulangan perbaikan. Baginya ulangan tanpa perbaikan adalah barang langka. Suatu ketika dia bertanya ”Miss, remedialnya kapan ?”. Padahal saat itu ulangan belum dimulai. Yaa, begitulah keadaannya.

Kewajiban saya sebagai guru adalah membuat murid menjadi lebih pintar. Karena itulah, saya akan mencari cara apa pun yang mungkin bisa membuat murid-murid saya menjadi lebih pintar, termasuk Toni. Di dalam kelas, saya lebih sering mengunjungi tempat duduknya dibanding anak lain. Di luar kelas, saya lebih sering mengingatkan PR kepada Toni dibanding anak lain. Pokoknya, dia saya perlakukan berbeda.

Suatu kali di bulan Ramadhan, kepala sekolah meminta saya mengajar anak-anak khusus di jam khusus. Latar belakangnya adalah bahwa di bulan Ramadhan pelajaran di mulai 7.30 WIB sedangkan di hari biasa di mulai 7.00 WIB. Nah, anak-anak khusus itu tetap belajar mulai jam 7.00 WIB seperti biasa tapi khusus belajar matematika. Saya tidak menolak kebijakan itu.

Maka setiap hari selama bulan Ramadhan, Toni dan 3 teman lainnya belajar matematika di pagi hari. Mereka selalu disiplin. Tidak ada yang mengeluh. Hanya beberapa kali ada yang tidak datang karena alasan bangun kesiangan setelah Sahur. Seingat saya, Toni tidak pernah absen.

Selama hampir satu bulan kami belajar. Menjelang akhir bulan Ramadhan yang tersisa hanya Toni. Saya memang mempunyai kebijakan khusus di kelas khusus itu, yaitu anak yang sudah mencapai kemampuan tertentu, dalam hal ini kemampuan dasar yang diperlukan untuk pembelajaran dikelas, boleh berhenti mengikuti kelas khusus ini.

Menjelang ujian akhir semester genap, saya semakin cemas. Hampir setiap hari saya mengingatkan Toni untuk belajar lebih giat. Saya terpaksa melakukan itu karena saya melihat daftar nilainya di semester itu. Untuk memperbaiki nilai matematikanya, saya sering meminta dia belajar sepulang sekolah walaupun hanya 10-15 menit. Toni selalu menurut. Tidak pernah dia protes tentang itu.

Setelah ulangan umum, setiap anak punya hak untuk memperbaiki nilai-nilai ulangan hariannya. Sampai batas tertentu, mereka boleh meminta ulangan perbaikan kepada guru mata pelajarannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Toni. Dia menemui saya di hari-hari terakhir itu. Dia juga menemui guru-guru lain karena memang nilainya kacau di semua mata pelajaran.

Pembicaraan terakhir saya dengan Toni terjadi sehari sebelum rapat kenaikan kelas. Waktu itu saya sedang duduk dibawah pohon sambil memperhatikan anak-anak yang sedang mengikuti class-meeting. Toni mendekat sambil tersenyum seperti kebiasaannya di hari-hari biasa. Dia duduk tepat disamping saya.

”Ton, kamu tau artinya standar minimal ?”, tanya saya.

”Hmm...ngga Miss”

“Kalau batas paling jelek ?”

“Ngga juga Miss...”

“Kamu tau syaratnya orang boleh naik motor ?”

“ Tau Miss...harus bisa naik sepeda dulu ? ”

Selanjutnya Toni mulai bercerita tentang pengalamannya belajar naik motor. Cerita itu bahkan sampai mengungkap bagaimana awalnya dia bergabung dengan Gank Kutosari, suatu kelompok anak remaja yang sering berkumpul di sore hari di pinggiran saluran irigasi dan melanjutkan tour mereka ke berbagai tempat. Obrolan kami pun kembali ke masalah sekolah.
”Kalau kamu blom lancar naik sepeda, trus saya bolehin kamu naik motor, salah ga saya ?”

”Ga juga sich Miss...tapi nanti pas belajar naik motornya malah repot. Kan blom imbang”

“Kamu bakal marah ga sama saya ? Walopun temen-temen kamu dah naik motor semua ?”

“Paling kesel Miss, tapi ga marah...”

Waktu itu saya memperhatikan Toni dengan seksama. Tidak ada beban di matanya. Dia hanya menjawab apa yang saya tanyakan. Dia juga tidak punya rasa curiga terhadap pertanyaan-pertanyaan saya. Toni memang masih anak-anak. Pemikirannya masih sangat sederhana. Seringkali dia menjadi objek penderita di antara teman-temannya karena dia masih terlalu polos. Tapi, saya tahu bahwa saya memang tetap harus mengatakan sesuatu padanya.

”Ton, saya ga tau apa kamu bakal ngerti maksud saya atau ngga. Saya mau bilang bahwa kadang-kadang kita harus berhenti sejenak dari proses yang berjalan supaya kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Untuk mendapatkan hasil terbaik itu, mungkin kita harus mengorbankan waktu tapi kamu harus yakin bahwa pengorbanan itu ngga mungkin sia-sia”

Mendengar ucapan saya, Toni hanya senyum-senyum bingung. Lebih tepatnya cengengesan. Sesaat ada penyesalan karena telah mengeluarkan kalimat itu. Tapi, waktu itu saya memang sudah kehabisan akal. Saya tau berapa nilai matematika yang akan tercantum di rapotnya.

Setelah pembagian rapot saya hanya bertemu sekilas dengan Toni. Dia berjalan bersama orang tuanya sementara saya sibuk dengan pekerjaan saya. Dia sempat tersenyum pada saya. Saya balas dengan senyum paling manis. Itulah saat terakhir kami bertemu...

Di tahun ajaran berikutnya, saya dan Toni sama-sama pindah dari sekolah itu. Toni pindah ke sekolah lain di daerah itu sementara saya pindah ke Tangerang. Kira-kira 4 bulan setelah perpisahan itu Toni mengirim SMS pada saya.

”Ini nomer miss sarma ya ? Saya Toni, murid miss yang dulu di Lampung. Miss masa lupa sama saya ? di telepon ga diangkat2.padahal saya susah nyari nomer miss ini.saya mau belajar lagi sama miss.miss kapan kesini lagi? ”

Itulah Toni. Tidak ada dendam di hatinya. Bahkan ketika saya bertanya tentang hal-hal lain melalui SMS, dia menjawab semuanya dengan polos. Jawaban-jawaban itulah yang kembali memberi saya kekuatan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang saya buat. Maklum saja, setelah peristiwa yang di alami Toni itu, saya cukup terpukul karena merasa menjadi penyebab gagalnya seseorang. Saya butuh waktu lama untuk menganalisa apakah kebijakan yang saya buat benar-benar bermanfaat atau tidak. Tonilah yang kembali menumbuhkan rasa percaya diri saya. Untuk alasan itu, Toni benar-benar menjadi motivator saya.

Kamis, 08 April 2010

Latihan Ulangan Bab VIII (Sudut dan Garis-garis Sejajar)

mau latihan buat ulangan ???
boleh,,,,ini nih soal ulangan tahun lalu....agak jadul, tapi karena gurunya masih sama, maka soalnya pun masih mirip lah hehehehe....
klik disini :
Soal Latihan Ulangan Bab VII SMP Katolik Ricci II...
selamat belajar...

Seri 4 : Stefanie dan Matematika


Siapa pun yang mengenal Stefani pasti akan segera mengetahui mengapa saya memasukkannya sebagai salah satu tokoh dalam cerita berseri ini. Nama aslinya Stefanie Rose, tapi sebagian besar temannya memanggilnya dengan Fanie B.

Ketika saya masih mengajar Fanie, saya tidak terlalu memperhatikan keistimewaannya. Justru ketika saya tidak lagi bertemu dengannya setiap hari, dia baru mengakui sesuatu. Ternyata dia begitu menyukai pelajaran matematika. Saya belum sempat menanyainya tentang alasannya menyukai bidang ini.

Fanie memang begitu tergila-gila dengan matematika. Baginya matematika begitu mudah dan menyenangkan. Tentu ini berbanding terbalik dengan anggapan anak-anak pada umumnya. Untuk alasan ini, sering kali Fanie justru jadi bulan-bulanan temannya.

Begitu mudahnya dia mengerjakan soal matematika terkadang justru membuat saya begitu kesulitan. Maklumlah, Fanie juga termasuk anak yang aktif di kelas. Setelah selesai mengerjakan sesuatu biasanya dia akan mulai kasak-kusuk kesana-kemari. Terkadang sampai mengganggu temannya yang lain. Nah, kalau sudah begitu biasanya saya akan ”mengamankan” dia untuk beberapa menit. Tapi anehnya, Fanie tidak pernah kesal dengan perlakuan itu. Setelah beberapa saat dia akan segera ceria kembali, seolah tidak terjadi apa-apa. Hahaha, itulah Fanie.

Beberapa bulan yang lalu, Fanie dan teman-temannya baru saja mengikuti kompetisi matematika. Saya mengikuti proses persiapan mereka. Menjelang hari pelaksanaan, hampir setiap hari mereka belajar matematika. Mengerjakan soal-soal yang mungkin muncul dan mempelajari materi-materi yang belum diajarkan di kelas.

Saya menemani mereka satu kali untuk acara persiapan itu. Mengajari 5 anak terpilih tentu saja berbeda dengan mengajari puluhan anak lainnya. Dengan cepat mereka bisa memahami apa yang saya katakan. Yang menarik adalah memperhatikan gaya Fanie dalam memahami materi baru. Dia akan memajukan kepalanya sambil membuka mulut dan memicingkan mata. Kalau ada bagian yang tidak dipahaminya, dia akan berteriak ”sebentar...sebentar...ntar dulu Bu” sambil mengangkat tangannya. Melihat itu teman-temannya akan segera tertawa, termasuk saya tentunya.

Sehari menjelang kompetisi adalah hari yang akan sulit saya lupakan. Waktu itu saya melihat dengan mata saya sendiri bagaimana Fanie begitu ”kekeh” belajar. Sampai dengan pukul 12.00 Fanie dan timnya sudah belajar untuk persiapan. Tadinya saya pikir mereka akan segera pulang untuk istirahat. Tapi ternyata ...

Dia dan Ganis tidak pulang. Mereka masih belajar matematika sampai sore hari. Teman-temannya yang melihat sampai bilang ”Bu, liat tuh Bu....dari tadi disitu mulu...gak bosen-bosen”. Saya juga sempat menyuruh mereka pulang karena menurut saya mereka belajar terlalu keras. Saya takut kalau akhirnya malah membuat mereka sakit dan gagal ikut kompetisi. Tapi, memang begitulah Stefani, dia tetap belajar sampai kira-kira pukul 5 sore. Luar biasa !

Fanie memang anak yang ”ngotot”. Dia tidak terlalu peduli dengan anggapan teman-temannya tentang matematika. Selama dia nyaman dan berpikir bahwa sesuatu itu berguna, dia akan tetap melakukannya. Hal inilah yang membuat dia begitu istimewa di mata saya. Jarang sekali saya menemukan anak yang berani melawan arus. Dia adalah satu diantara sekian ratus anak yang akan saya jadikan teladan tentang cara memegang prinsip.

Seri 3 : Bryan dan Ide-idenya

Anak ketiga di cerita berseri ini bernama Bryant (dibaca : Bra-yen). Badannya masih kecil, begitu juga tingkah lakunya. Yang membuat dia cukup berbeda dari teman-temannya adalah ide-ide kocaknya. Dia juga sangat ekspresif. Disaat senang, kesal, marah, bingung dan takjub, semua orang akan mengetahuinya hanya dengan melihat wajahnya.

Anak-anak yang ekspresif memang sangat saya butuhkan ketika di kelas. Terkadang kalau mengajarkan materi tertentu, saya sangat membutuhkan informasi sejauh mana mereka memahami apa yang saya katakan. Untuk itulah, wajah-wajah bingung dan mengerti sangat membantu saya untuk mendeteksi.

Suatu hari saya mengajar di kelasnya dan mendapati bahwa Bryan memakai jaketnya bukan untuk menutupi badannya tapi justru menutupi kakinya. Lengan baju itu dia pakai untuk membungkus kedua kakinya sementara topi jaket itu dia gunakan untuk menyembunyikan tangannya.

”koq gitu ?”, tanya saya. Dengan gaya seperti guru dia menjawab ”ini adalah design baju tahun 2012. Di tahun 2012 kan udah ga ada WC, nah ini lah gantinya”, katanya sambil merogoh topi jaketnya. Pertanyaan saya pun berlanjut ”lah, brarti jorok donk...masa pup nya dibawa kemana-mana ?”. Dengan semangat Bryan kembali menjawab ”Ya ngga lah, nanti tuh pup kita ga kaya pup sekarang karena makanannya juga beda Bu....kita makannya semacam pil”, kata Bryan sambil menjentikkan jarinya sebagai simbol untuk menandakan betapa kecilnya makanan masa depan.

Di kelas, Bryan duduk di barisan paling depan dan hanya duduk sendiri. Entah apa yang membuat dia menempati posisi itu. Tapi karena saya selalu senang dengan ide-ide briliannya, maka saya senang-senang saja dengan posisi itu. Posisi itu juga membuat saya semakin cepat meminta bantuannya. Maklumlah, dia adalah asisten saya.

Dia memang sudah cukup lama menjadi ”asisten” saya. Sering kali saya memintanya mengajari teman-temannya yang belum paham materi tertentu. Walaupun Bryan jarang mendapat nilai yang tinggi, tapi kalau soal kemampuan mentransfer ilmu dialah jagonya.

”kalo -2x mau jadi x harus diapain ayo?....ya dibagi -2 lah...”

”jangkanya ga boleh goyang donk, nanti sudutnya ga pas”

“gini nih...loe pas in dulu ukuran jangka ama garisnya, trus dikasih garis bantu kesini...”

Itulah beberapa kalimat yang diucapkannya ketika mengajari temannya. Dia akan mengulang apa yang saya ucapkan sebelumnya, tapi dengan gayanya sendiri. Benar-benar calon dosen masa depan.

Kebiasaan uniknya yang lain adalah keharusan saya untuk menanyainya. Disaat membahas soal tertentu dan menanyai siswa-siswi secara bergiliran maka Bryan akan protes jika tidak ditanyai. ”Bu....saya belum bu. Sekali aja bu...”, katanya berulang kali. Biasanya saya pun akan menanyakan sesuatu untuk membuatnya tenang. Walaupun terkadang pertanyaan itu sudah jauh dari materi yang dibahas. Misalnya,

”Bry, apa kabar kamu ?”

”Baik bu.....yes...yes..yes !!”

Mendengar jawaban-jawaban itu, saya dan murid-murid lainnya pasti tertawa sejadi-jadinya. Belum lagi kalau dia menjawab sambil melompat, berjingkrak-jingkrak, atau pura-pura bersembunyi. Hahahaha....

Ada ungkapan di kelas itu yang biasanya ditujukan untuk Bryan, yaitu ”hoki loe Bry....”. Ungkapan itu disebutkan kalau Bryan menjawab sesuatu dengan benar. Seolah ingin mengatakan bahwa dia hanya kebetulan tahu tentang pertanyaan itu. Suatu ketika dia datang ke meja saya dan mengatakan ”Bu, saya emang bisa kan bu? Ga hoki kan bu?”. Waktu itu saya malah tertawa mendengar pertanyaan itu. Bagaimana tidak, sebenarnya dia bisa saja menjelaskan itu kepada teman-temannya tapi dia justru memilih cara itu demi menghindari keributan. Benar-benar unik.

Masih ada 1001 hal yang saya ingat tentang anak ini. Tapi sangat tidak mungkin untuk menulis semuanya. Cerita-cerita di atas tampaknya sudah cukup menggambarkan alasan-alasan mengapa saya dan teman-temannya begitu senang berteman anak ini. Senang karena memiliki ahli transfer ilmu, senang karena punya teman yang tidak cepat marah, senang karena punya teman yang ”hoki” dan tentunya senang karena punya teman yang kocak.

”Hoki loe Bry” hehehe