Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Rabu, 21 September 2011

Math vs Sepak Bola

Selasa siang, 20 September 2011..

Seorang anak bernama Axel menuju arah meja guru. Lengkap dengan kostum sepakbolanya. Tampaknya dia akan ikut ekskul sepakbola. Kesal… kesal … pokoknya kesal …

Saya selalu merasa kesal, tiap kali anak-anak yang ikut ekskul bola harus mengikuti ulangan perbaikan matematika. Kesal karena latihan mereka akan tertunda… paling tidak, untuk belasan menit.

Mungkin karena saya penggemar sepak bola. Saya senang sekali menonton pertandingan sepak bola, baik di lapangan maupun di televisi. Berusaha mengikuti perkembangan dunia sepakbola nasional. Untuk internasional, saya tidak terlalu mengikuti. Paling-paling saya hanya ingin menonton Didier Drogba saja hehehe…Nah, itulah kenapa saya sangat ingin murid-murid saya berlatih disiplin supaya bisa menjadi pemain bola yang bagusssss… Pemain yang akan menggantikan Ponaryo, Bambang Pamungkas, Saktiawan Sinaga, Boas Salosa dll… Pokoknya, mereka harus latihan !!!! Saya sangat yakin dengan kemampuan mereka. Saya yakin mereka akan bisa mengembangkan bakatnya, kalau mereka disiplin latihan.

Kembali ke masalah ulangan perbaikan. Ulangan ini memang selalu saya adakan sepulang sekolah, begitu lah aturannya. Karena itulah, ketika melihat Axel dan Dika dengan kostum sepak bolanya, saya sangat berharap mereka segera memahami materi matematikanya, supaya bisa segera bergabung dengan teman-temannya. Siang itu, Okta, Ben dan lain-lain sudah menanti dengan setia di dekat pintu kelas. Tampak begitu merindukan kehadiran Axel dan Dika hahaha … Saya tentu tidak boleh menyulap nilai. Yang bisa saya lakukan adalah, melotot supaya mereka belajar serius dan kami bisa segera mengakhiri kegiatan itu…. Wkwkwk…

Untunglah, siang itu mereka tidak perlu berlama-lama di depan saya. Dengan mulut mangap sambil mata melotot nyaris keluar, Axel dan Dika bisa menyelesaikan ulangan itu tidak lebih dari setengah jam… Bisa !!!!! … mereka pun, segera kabur !!!! hahaha …. Selamat berlatih Nak …

Kamis, 15 September 2011

Jadwal Ulangan Bab II : Bilangan Pecahan

Setelah lamaaaaaaaaaaaaa banget kita nggak ulangan. Nah, inilah saat-saat yang ditunggu-tunggu ... Kita akan mengadakan acara penting ini pada :

7A : Kamis, 22 September 2011 jam ke 1-2
7B : Rabu, 21 September 2011 jam ke 7-8
7C : Rabu, 21 September 2011 jam ke 2-3

Jangan lupa ya ... Lima menit sebelum ulangan dimulai, kalian wajib mengumpulkan EMAN 2 nya .... Kerjakan dengan lengkap ya ....

Selamat Belajar .... semangat !!!!!!

Oiya, buat kamu-kamu yang pengen latihan dulu... boleh klik link ini ya : Latihan Ulangan Bab II

Sabtu, 03 September 2011

Pulau Pari, 29-31 Agustus 2011

Ini cerita tentang liburan. Benar-benar liburan, maka tidak ada acara formal. Aku hanya akan menceritakan hal-hal yang kualami, bukan yang dialami oleh rombonganku.

Kami berangkat dari pelabuhan Muara Angke, Jakarta sekitar pukul 8 pagi. Rombonganku terdiri dari Aku, Cia, Citra, Sinta, Dhagdo, Davin dan Evelin. Kami menuju Pulau Pari, salah satu pulau di kawasan Kepulauan Seribu.

Kami tiba sekitar pukul 11 siang dan langsung disambut oleh guide kami yang paling oke, namanya Pak Udin dan rekannya Pak Kasim….aku agak lupa namanya, yang jelas ada 2 orang. Kami langsung makan siang dan mulai bermain-main di pantai yang posisinya tepat dibelakang rumah penginapan kami.

Pikiranku melayang ke tanah kelahiranku, Danau Toba. Rumahku berada tepat dipinggir danau terbesar di Indonesia itu. Aku merasa begitu merindukan bapakku. Beberapa waktu lalu, dia baru saja kecelakaan, mungkin sekarang belum pulih ke keadaan semula. Teringat ketika bapakku hampir mati kedinginan di malam hari, sementara aku tidur dengan lelap dilapisi tiga selimut. Apa bapakku membangunkanku untuk mengambil salah satu selimut itu ? Tidak. Bapakku membiarkanku terlelap. Adakah ayah yang lebih baik dari bapakku ? kurasa tidak. Terima kasih untukmu Tuhan, karena memilih dia menjadi bapakku.

Sore harinya, kami bermain-main di Pantai Pasir Perawan. Pantai yang indah walaupun sempat membuatku kecewa. Kecewa karena aku dan teman-temanku tidak bisa berenang. Pantai itu terlalu dangkal sehingga kami hanya bisa berendam disana. Beberapa jam kami berendam disana. Ngobrol ngalor-ngidul. Obrolan tentang keluargalah yang paling kuingat. Aku sempat kaget ketika Dhagdo bilang “aku ngga bisa bayangin deh, gimana rasanya jadi anak yang orang tuanya gay …”. Toeng… Apa kabar temanku nun jauh disana ? Sudahkah kau siap mengatakan pada orang tuamu bahwa kau seorang gay ? Masihkah kau hidup dalam ketakutan dan kebingungan untuk mengakui itu pada banyak orang ? Doaku untukmu, semoga kau baik-baik saja dalam pilihanmu…. Maaf karena tak pernah bisa membantumu menemukan solusi …

Tuhan,

Andai aku bisa melihat sejauh ini …

Mungkin aku akan mampu berpikir lebih bijak …

Pandanganku yang sempit, sering kali membuatku egois…

Tidak melihat apa yang berada jauh disana …

Bantu aku untuk selalu melihat lebih jauh …

Itulah doaku di pagi hari. Kuucapkan ketika aku menyendiri di tepi laut. Sendiri karena aku bangun kesiangan sehingga ditinggal teman-temanku yang pergi melihat matahari terbit.

Siang hari di hari ke-2, kami pergi snorkeling ke bagian laut di dekat Pulau Tikus. Menikmati keindahan terumbu karang. Sejujurnya aku tidak terlalu tertarik dengan terumbu karang. Aku justru sibuk berlatih menggunakan kaki katak dan pelampungku. Maklumlah, seumur hidup aku belum pernah menggunakan kedua benda itu. Entah sejak kapan aku bisa berenang, yang jelas aku selalu merasa tidak membutuhkan pelampung untuk berenang, apalagi kaki katak. Andai aku menikmati pemandangan bawah laut, mungkin aku membutuhkan kedua benda itu. Tapi, karena aku tidak begitu menikmatinya, aku segera melepaskan kedua benda itu. Aku justru sibuk dengan ban yang kebetulan disediakan di kapal itu.

Malam terakhir, kami mengadakan bakar-bakaran. Seekor ayam dan beberapa ekor ikan menjadi bahan mentahnya. Teman-temanku duduk didekat api sementara aku duduk menyendiri di tepi pantai. Mengingat berbagai kejadian yang belakangan ini kualami. Sempat menangis ketika teringat kejadian sebulan lalu. Layakkah seseorang menyakiti orang lain hanya karena salah paham ? Tidak adil. Sampai sekarang, itu yang kurasakan. Andai tidak ada teman-temanku, mungkin aku akan berteriak sekeras mungkin, meluapkan kekecewaanku ke arah laut yang luas itu. Tapi, mungkin itulah gunanya teman, keberadaan mereka membuatku tetap “waras”.

Kami meninggalkan pulau itu sekitar pukul 11 siang. Meninggalkan ketenangan… bersiap bertemu dengan keramaian dan rutinitas lagi. Senang berada di pulau itu. ...

Foto-foto liburanku kali ini, kusimpan di : Foto Liburan ke Pulau Pari