Wajib Baca

Mengenai Saya

Foto saya
Weblog ini asli diisi oleh Sarma Manurung

Selasa, 13 Oktober 2009

Ketika Doa Menjadi Perintah

KETIKA DOA MENJADI PERINTAH

Tuhan, sekarang kami mau ulangan. Berkati kami supaya mendapat nilai yang bagus. Amin..

Bapa, kami sudah mau pulang. Lindungi kami diperjalanan. Amin...

Yesus, selamat siang, kami akan pulang. Lindungi kami supaya sampai di rumah dengan selamat. Amin...

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, ampunilah dosa guru-guru kami, ampunilah dosa orang tua kami. Amin...

Tuhan Yesus, kami mau makan. Berkati makanan ini supaya kami bisa kenyang. Amin..

Ya Tuhan, tolong jangan bikin hujan dulu. Kami mau bikin api unggun. Plisss....Amin...

Demi nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, Amin...Hmmm...mmmm...emmm..Amin. Demi nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus, Amin.

Doa-doa seperti di atas sering saya dengar. Maklum saja, selama beberapa tahun menjadi guru saya sering menemani anak-anak untuk berdoa. Saya selalu terbuai dengan kepolosan mereka dalam memilih kata untuk diucapkan.

Tidak seperti orang dewasa yang memilih kata-kata yang “baik”, anak-anak lebih suka memilih kata-kata yang mereka ingin ucapkan. Bahkan terkadang, kata-kata yang mereka pilih begitu lucu sampai-sampai teman-temannya akan tertawa. Tapi, saya yakin Tuhan benar-benar mengerti maksud mereka dan pastinya tidak akan menertawakannya.

Dengan pemahaman itulah, saya selalu menemani anak-anak berdoa. Tidak pernah saya membahas kata-kata yang mereka pilih. Toh, bukan saya yang akan mengabulkan doa mereka kan ?. Sebaliknya, saya benar-benar suka mendengar anak-anak berdoa. Tapi kejadian yang akan saya ceritakan dibawah ini, benar-benar diluar kendali saya.

Senin, 12 Oktober 2009 pukul 07.15

Saya memasuki ruang kelas. Membawa kertas ujian tengah semester untuk pelajaran biologi. Seperti biasa, sebelum memulai aktivitas di sekolah, anak-anak akan berdoa bersama. Satu orang siswa akan memimpin doa dan setelah selesai doa akan dilanjutkan dengan doa Bapa Kami oleh siswa yang beragama katolik.

Pagi itu ritual yang sama pun dilakukan. Tapi situasinya agak berbeda.

Entah angin apa yang membuat saya memilih untuk tidak memejamkan mata. Saya hanya menunduk kepala sedikit dan memperhatikan anak-anak berdoa.

Saya begitu kaget ketika mendapati keadaan bahwa anak-anak ”tidak berdoa”. Saya memang tidak bisa menilai apakah mereka berdoa atau tidak. Menurut saya berdoa adalah berbicara kepada Tuhan. Karena itulah, tidak ada orang yang bisa menentukan apakah seseorang sedang berbicara kepada Tuhan atau tidak. Yang bisa dinilai adalah sikap doa pada umunya. Tentunya ini sudah dipahami hampir semua anak di ruangan itu.

Saya begitu marah ketika masih ada anak yang ngobrol padahal teman-temannya sudah membuat tanda salib. Saya juga begitu dongkol ketika beberapa anak malah membuka buku pelajaran ketika teman-temannya berdoa Bapa Kami. Yang lebih parah adalah ada anak yang mencolek temannya yang masih berdoa. Luar biasa kacau.

Ketika sebagian besar anak sudah selesai berdoa, saya langsung mengatakan “doanya diulang...”

Saya mengatakan itu dengan nada serius sehingga tidak ada anak yang berani membantah. Mereka hanya menurut dan berdoa lagi. Pada doa yang kedua ini, suasana begitu hening. Saya juga bisa mendengar doa Bapa Kami diucapkan oleh anak-anak yang beragama katolik. Anak-anak beragama lain pun tetap menjaga ketenangan. Suasana ini adalah suasana doa pada umumnya.

Setelah doa selesai. Saya tidak mengatakan apa pun. Saya ingat bahwa saya harus membagikan soal ujian supaya mereka dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu.

Pada waktu mereka mengerjakan ujian, pikiran saya tetap melayang-layang tentang situasi doa tadi. Berdosakah saya karena memaksa mereka berdoa ? Atau salahkah saya yang menganggap sikap mereka benar-benar keterlaluan ? Layakkah saya menilai sikap doa orang lain ?...Banyak sekali pertanyaan yang muncul.

Saya memang bukan ahli agama. Bukan ustad, bukan pendeta, bukan biarawati, juga bukan guru agama. Karena itulah, saya tidak berani berceramah kepada mereka tentang doa. Saya hanya berharap supaya kelak, saya dan mereka semakin memahami hakikat doa. Supaya kami bisa berbicara kepada Tuhan. Dari hati ke hati. Dengan bahasa yang kami mengerti dan pastinya juga dimengerti Tuhan.

Lord, forgive me if I made your children uncomfort to talk with you that morning..

Doa Pembebasan

DOA PEMBEBASAN

Tahun1997

Suatu siang saya dipanggil guru BK, namanya Bu Ismilia. Saya begitu takut, sampai-sampai saya gemetar ketika berada di ruang BK. Sepengetahuan saya, ruangan itu adalah tempat untuk anak-anak nakal atau bodoh. Ruangan dimana anak-anak bermasalah di interogasi oleh guru BK atau wali kelas. Setelah SMU saya baru menyadari bahwa ruangan itu lebih tepat mendapat julukan “ruang solusi”. Karena di ruangan itulah guru BK, wali kelas, orang tua dan siswa bermasalah berusaha mencari solusi yang paling baik untuk pemecahan masalahnya.

Bu Ismilia menanyai saya beberapa pertanyaan.

”Kenapa kamu diam kalau di sekolah ?”, tanya Bu Is.

”Saya ga suka sekolah ini Bu”

”Lho...emangnya kenapa ?”

”Saya maunya di negeri, yang ada temen SD saya”

“Oooo...kamu disuruh sekolah disini sama Mama ya ?”

Saya tidak menjawab. Saya malah menangis. Saya bahkan tidak mendengar semua ucapan Bu Is lagi. Saya terlalu sibuk meratapi nasib saya yang harus bersekolah di sekolah yang tidak saya suka.

Waktu itu Bu Is mengatakan bahwa saya akan menemui kesulitan kalau tidak belajar menyukai sekolah. Menurut Bu Is, saya harus belajar untuk menerima kenyataan bahwa saya tidak harus selalu bersama teman-teman SD saya. Saya justru harus mulai berteman dengan anak-anak di sekolah ini. Kalau saya tidak mau berteman dan belajar dengan anak-anak di sekolah ini, saya malah akan makin kesal. Malah ujung-ujungnya, saya bisa tinggal kelas karena nilainya jelek terus.

Malam sebelum tidur, saya berdoa pada Tuhan.

Bapa yang baik, bantu aku untuk belajar mulai besok pagi...supaya aku tidak masuk ruang BK lagi. Amin. Bapa kami yang ada disurga, dimuliakanlah namamu...”

Di tahun 1997 itu, saya tidak terlalu memahami bahwa Tuhan sedang menjawab doa saya. Saya menganggap kejadian di esok harinya adalah kejadian yang biasa.

Pagi itu ada pelajaran bahasa inggris, gurunya bernama Mam Erna. Saya tidak suka pelajaran ini. Saya terlalu sering dihukum karena tidak bisa bahasa inggris. Saya pernah scott-jump puluhan kali karena tidak bisa menjawab pertanyaan bergilir. Pokoknya, saya tidak suka pelajaran ini. Saya tidak pernah mendengarkan Mam Erna. Saya juga tidak pernah mencatat. Saya cuma duduk, diam dan menggambar-gambar apa pun yang saya pikirkan.

Ketika saya sedang asyik bengong dan menggambar, teman disamping saya melirik dengan tatapan seperti setan. Karena merasa tidak bersalah, saya balas lirikannya dengan lebih sadis. Saya melotot sampai bola mata saya nyaris keluar. Ternyata tingkah kami berdua diperhatikan oleh teman dibelakang saya. Dia tertawa terbahak-bahak, keras sekali sampai-sampai Mam Erna langsung bertanya “kenapa itu ???!!!!!”.

Teman saya itu langsung menjawab ”matanya Sarma mau copot Mam...”

Dunia seakan mau kiamat. Mam Erna mendekati kami. ”Kalau nanti ulangan kalian jelek, kalian bertiga lari keliling lapangan ya”.

Wow...kenapa Mam Erna memakai kata ”kalian”. Saya begitu cemas, sampai-sampai muka saya pucat. Saya memang malu kalau harus lari bersama dengan kedua teman laki-laki ini. Maklum saja, waktu itu saya sudah puber, sudah punya rasa malu terhadap lawan jenis.

Melihat muka saya yang pucat, teman dibelakang saya itu berbisik ”makanya loe jangan gambar aja...blajar donk...kalo nanti nilai kita bertiga bagus, kita ga bakal disuruh lari, ngerti ngga ?”.

Wah, itu ide bagus.

Akhirnya untuk pertama kalinya sejak memakai rok biru, saya belajar bahasa inggris. Saya meminjam catatan teman dan membuka buka paket saya yang masih putih bersih tanpa noda. Mulut saya komat-kamit terus. ”cost-cost-cost...drink-drank-drank...eat-ate-eaten...positif pake s / es, negatif Verb-nya tambahin don’t buat yang banyak, doesn't buat yang sendirian, interogatif Do/does nya di depan...do-did-done..sing-sang-sung”. Begitulah kira-kira...

Jam pelajaran berikutnya, ulangan. Saya mengerjakan soal bahasa inggris itu cepaaaaaaat sekali. Setelah selesai, saya menunggu waktu mengumpul dengan menggambar lagi. Melihat tingkah saya yang menyebalkan, Mam Erna mendekat lagi. ”udah selesai ?”, tanya Mam. Saya tidak menjawab. Saya hanya menyodorkan kertas ulangan itu pada Mam Erna. Mam melihat sekilas. Melihat lagi lebih seksama. Melihat lagi dengan penuh keheranan. ”Nah...gitu donk !!!!”, kata Mam Erna.

Hahaha...kami tidak jadi lari keliling lapangan. Alangkah senangnya. Setelah bel, kami malah saling bercanda. Teman saya meminta saya untuk melotot seperti tadi. Pokoknya, mereka berdualah yang menurut saya merupakan “teman-teman pertama” saya di sekolah ini.

Beberapa minggu setelah kejadian itu, kami mendapat tugas kelompok. Kelompoknya bebas, yang penting lima orang. Tak disangka-sangka, kedua teman baru saya itu langsung menjadikan saya sebagai anggota kelompoknya. Teman yang dibelakang saya itu mengatakan ”Sar loe ga boleh diem mulu, harus ikut kerja, biar nilai kelompok kita bagus...”

Secara tidak sadar saya malah menjawab ”eh, kalau nilai kita bagus...kita bakalan di panggil ke ruang BK ga ?”. Keempat teman saya itu langsung menjawab ”ya ngga lah...kalo loe pinter, ga akan loe dipanggil Bu Is ama Pak Awal”.

Aha...ini dia caranya. Berarti saya harus punya nilai bagus supaya tidak masuk ruang interogasi. Saya akan belajar. Belajar terus. Dan sejak saat tahun 1997 sampai dengan tahun 2008 Bu Ismilia tidak pernah memanggil saya ke ruang BK lagi. Tahun 2008 Bu Ismilia memanggil saya masuk ke ruangannya lagi, tapi bukan di ruang BK. Saya dipanggil ke ruang kepala sekolah, karena saya akan menjadi guru matematika di sekolah itu dan Bu Ismilia adalah kepala sekolahnya.

Bagi saya, kejadian di jam pelajaran bahasa inggris itu adalah saat dimana Tuhan menjawab doa saya. Kejadian itulah yang mengawali hari-hari baik saya di sekolah itu. Saya percaya bahwa doa yang tulus selalu didengar oleh Sang Pencipta. Tidak peduli sejelek apa pun tata bahasa yang kita gunakan, Tuhan akan tetap mengerti apa yang kita maksudkan.

Tulisan ini akan menjadi pengantar untuk tulisan saya yang berjudul ”Ketika Doa Menjadi Perintah...

Rabu, 07 Oktober 2009

LATIHAN ULANGAN BAB III

AL-jABAR terus melaju...
tak terasa, sudah hampir separuh materi aljabar yang sudah diberikan...
Ada yang masih shock...
Ada yang sudah bisa meraba-raba..
Ada yang sudah paham...
Tapi, lebih banyak yang sudah kesal.......

Namun, bagaimana pun kita harus segera ulangan...
Maka, dari lubuk hati saya yang paling dalam...
Saya harus mengirimkan latihan ulangan bab III...
Inilah latihan ulangannya...
Latihan Ulangan Bab III
Kalo, pengen liat...di klik aja yang ada gambar telunjuk itu lho...
Selamat menikmati...
Ojo lali sinau yoo...

Ulangan Perbaikan Bab II versi II

HAI---hai---
lama tak bersua n ngasih kabar terbaru nih...

Buat anak2 yang waktu itu tidak sempat Ulangan perbaikan karena harus berjuang di kelas Fisika, besok Kamis, tanggal 8 oktober 2009, ada ulangan perbaikan matematika yaa...
Acaranya asyik punya dech...so, don't miss it guys...
Kalau pake bahasa resmi, begini nih ...

Hadirilah......Ulangan Perbaikan Matematika Bab II :
Hari / Tanggal : Kamis, 8 Oktober 2009
Waktu : 14.30 Wib
Tempat : Ruang kelas VIIA SMPK Ricci II, Tangerang
Pengumuman ini sekaligus sebagai undangan...