![]() |
Sarma, Yudi, Kitin, Mega, Dina |
Selasa, 21 Agustus 2012. Aku
bersama 4 orang teman lainnya berencana menghabiskan waktu di tugu Monumen
Nasional, nama bekennya Monas. Aku cukup senang, maklum saja, aku belum pernah
memasuki bangunan tinggi itu. Beberapa kali aku pergi kesana, tapi hanya sampai
diluarnya saja. Konon, didalam bangunan itu ada museum ….
Aku tiba di pelataran Monas
jam 10an, langsung menghubungi temanku Kristin, menentukan titik temu. Akhirnya
aku mengarahkan kaki menuju tempat yang disebutkan, sebuah lapangan sepakbola
yang difungsikan menjadi lapangan bola basket… hmm… agak aneh sih, tapi ya
sudah lah …
Sambil melangkahkan kaki, aku
menjepret-jepret keadaan sekitarku. Ada anak yang sibuk dengan mainannya, ada
ibu yang sibuk dengan dagangannya, ada bapak yang sibuk dengan rokoknya, dan
ada mas-mas yang sibuk dengan pacarnya hehehe… Di kejauhan, aku juga bisa
melihat bangunan-bangunan berharga. Terlihat kubah mesjid Istiqlal, ada juga
bagian gereja Katedral, terlihat juga wisma Antara dan juga gedung Pertamina.
Gedung Pertaminalah kiblat perjalananku..
![]() |
Setibanya disana, aku
bergabung dengan Kristin, Mega dan Yudi. Kami masih harus menunggu Dina yang
terdampar di gedung Pertamina… hahaha… koq bisa ya dia salah tanggep, wong
janjiannya di pelataran Monas yang deket gedung Pertamina, lah koq dia malah
nunggu di gedung Pertamina ….
Setelah berkumpul, kami pun
mengarah ke pintu masuk bangunan tinggi itu. Entah karena minimnya info, kebodohan,
ketidaktahuan atau perpaduan ketiganya, kami agak sulit menemukan pintu masuk.
Setalah berputar-putar akhirnya kami menemukan tulisan “pintu masuk” tepat di
atas pot tanaman…hellowwwww…. masa iya, kami harus nyemplung ke pot…
Memasuki terowongan untuk
membeli tiket, kami teringat celotehan sebelumnya..
Sarma : Tin, lo tau harga
tiket masuknya ?
Kristin : ngga …
Sarma : pokoe kalo dua puluh
ribu lebih, gak jadi masuk ya… jatah gue hari ini Cuma 100.000, jangan sampe gw
gak makan nih …
Kristin : iya, iya, kl
15.000 gapapa kan ?
Kristin mengatakan itu
dengan nada prihatin wkwkwk…
Setelah melewati lautan
manusia dan badai bau badan, akhirnya aku bisa melihat loket. Diatasnya
tertulis “anak-anak Rp. 1000. Dewasa Rp. 2.500”… Aku langsung mengucap
alhamdulilah tanpa disuruh…
![]() |
demi sebuah museum |
Demi kepraktisan akhirnya
aku yang mengantri tiket. Rp. 12.500 untuk kami berlima, walaupun belum tentu
juga kami sudah dewasa hehehe. Setelah menerima 5 lembar tiket, aku segera
memberikannya kepada keempat temanku. Kami pun segera melangkah …
“eh, ini tiket anak-anak”.
Dina teriak.
Aku panic. Sial. Masa iya,
aku harus ngantri lagi untuk menukar tiket ini. Gimana sih tuh mbak-mbak …
“ya udah lah, kita coba aja
dulu, nanti kalo disuruh ganti baru ngantri lagi”, kataku pada Dina.
Kami pun melewati pintu
masuk dan ternyata…… kami bisa masuk tanpa halangan suatu apa pun. Si bapaknya
begitu baik, tidak menanyakan tiket kami yang salah warna. Aku juga sempat
melihat kalau ada orang-orang lain yang punya tiket warna putih (anak-anak)
padahal jelas sekali terlihat mereka sudah dewasa secara fisik …
“hmm… lumayan lah, Rp. 1.500
tiap orang dewasa yang megang tiket putih”, Kristin curcol dengan nada
menyindir pada koruptor wkwkwk…
Andai ada pertanyaan dimana
tempat terunik di Jakarta, mungkin Museum Sejarah Nasional itu akan kusebutkan.
Sangat unik memang. Yang paling unik adalah bahwa di dalam museum itu para
pengunjung makan, minum, tidur-tiduran, gelar tikar, lari-larian dan bergosip
tidak jauh dari tulisan “dilarang makan/minum/tiduran di museum” hahaha…
alangkah lucunya negeri ini.
Aku berkeliling-keliling di
dalam museum itu. Melihat diorama (mudah-mudahan istilahnya nggak salah)
tentang sejarah Indonesia. Mulai dari perang Pattimura, Perang
Sisingamangaraja, Kartini dan lain-lain. Sama seperti museum lainnya lah …Yang
menarik perhatianku adalah keterangan tentang gambar-gambar itu. Di museum yang
pernah kukunjungi, keterangannya memang ada 2 bahasa, bahasa Indonesia dan
bahasa inggris. Tetapi keduanya menjelaskan hal yang sama, istilahnya
terjemahan. Nah, kalau yang di museum ini, keterangan di dua bahasa itu bisa
berbeda. Misalnya, dalam bahasa Indonesia menyebutkan tahun berdirinya
organisasi, tetapi di bahasa inggrisnya menjelaskan tokoh pendirinya … eng ing
eng …
Setelah sekitar 30 menitan
di museum itu, kami bergerak ke pelataran tugu Monas. Tempat dimana orang-orang
antri untuk ke puncak Monas. Oiya, kami tidak ikut antrian ke puncak Mona situ karena
menurut informasi, antrian kesana sampai 4 jam … o em ji … mending gak usah lah
…
![]() |
harus antri 4 jam |
Disamping orang-orang yang
mengantri itu, ada pangggung hiburan berjudul “pergelaran seni di ruang publik”.
Tanpa banyak basa-basi aku pun langsung duduk. Duduk manis di depan panggung.
Menyimak lagu-lagu keroncong yang dibawakan tiga penyanyi diiringi orkes Bandar
Jakarta yang tampaknya dihuni keluarga. Itu tebakanku saja sih, karena wajah
mereka mirip semua hehehe …
Aku baru sadar kalau keempat
temanku mencari-cari keberadaanku. Cukup aneh memang, karena sebelumnya sudah
kukatakan kalau aku hendak mendengar dangdutan. Hmm… aku mengaku salah saja lah. Mungkin mereka
bingung juga karena di tempat itu adanya keroncongan, bukan dangdutan.
Di depan panggung kecil itu,
kami menikmati lagu-lagu keroncong. Sesekali kami ikut menyanyi, kalau kami tau
lagunya. Penyanyinya pun senang, karena ternyata kami berlima lah yang menyimak
konser mereka hehehe… sama-sama senang.
![]() |
Dihibur Orkes Bandar Jakarta |
Setelah acara dangdutan atau
keroncongan itu berakhir, kami ingin makan, artinya kami harus keluar dari
areal itu. Kebodohan besar terjadi disini …
Dengan polosnya, kami
kembali ke jalur semula, berdesak-desakan dengan pengunjung demi mencari pintu
keluar. Melewati kerumunan orang yang baru datang berkunjung. Setelah akhirnya
berhasil menuju pelataran, dari kejauhan kami melihat beberapa orang menuruni
tangga, tangga yang persis ada disamping panggung tadi. Sial … berarti kami
bisa langsung ke pintu keluar tanpa harus melalui jalur semula !!!!!
benar-benar naas …
Kami meninggalkan tugu itu
dengan perasaan masing-masing. Kristin berjanji tidak akan ke tempat itu lagi.
Yang lain berjanji akan datang lebih pagi. Dan aku berikrar akan kesitu lagi
dan sampai ke puncak hehehe…
![]() |
Suatu hari, aku akan ke Puncak Monas |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar