 |
Bahkan di depan makam, kami bisa berdebat :D |
Aku mengenalnya tahun 2008. Ketika melihatnya, aku langsung teringat
bapakku. Hmmm… berkulit putih, perut besar, jalannya pelan, pakaiannyan santai
dan tatapannya sayu. Namun, ketika bicara dengannya, gambaran tentang bapakku
langsung menghilang, berganti dengan dosenku semasa kuliah. Hmm… kami terlalu
sering tidak sependapat, atau butuh waktu untuk sependapat.
Sama-sama bekerja di bidang pendidikan, membuat kami sering berdiskusi
tentang hal-hal beraroma pendidikan. Kusimak baik-baik apa yang disampaikannya
tentang cara menangani siswa, sering kucatat, sebagai referensi dari yang sudah
senior. Dia juga menyimak apa yang kusampaikan tentang cara-cara menangani
siswa, tapi biasanya beliau akan tertawa lepas, tampaknya tidak habis pikir
dengan apa yang kulakukan… hahaha.
Dalam komunitas kami, beliau kami anggap sebagai bapak. Kubayangkan
betapa pusingnya beliau, menghadapi puluhan anak yang sudah dewasa dengan
berbagai karakter. Ibarat keluarga, mungkin aku adalah si anak nakal. Bertindak
sesuka hati, berbicara sesuka hati dan marah sesuka hati. Dihadapannya, aku
tidak bisa menjadi anak baik yang bilang “iya Mo …” dengan ikhlas. Aku selalu
mempertanyakan apa yang beliau katakan, baik terucap maupun tidak.
Didepan anak-anaknya yang lain, terutama yang lebih muda dariku,
kugunakan prinsip “Anda bapaknya, aku anaknya, aku nurut, supaya enak dilihat”.
Tapi dibalik itu, semua tak semudah yang dilihat. Seringkali aku butuh waktu
berjam-jam untuk akhirnya ikhlas melakukan apa yang harus kulakukan. Beliau
hidup dari ribuan buku yang jelas-jelas berbeda dengan seleraku. Orang bilang,
apa yang dibaca sangat mempengaruhi kepribadian seseorang. Mungkin itulah yang
membuat kami sering tidak sepaham. Alkitab, mungkin satu-satunya buku yang
sama-sama kami baca.
Sejak pertemuan pertama kami, beliau sudah mewajibkan semua anak-anaknya
untuk membaca Alkitab. Seingatku, beliau pernah mengatakan “cara terbaik untuk
mengenal Yesus adalah dengan membaca Injil”. Ucapan itulah yang kuterima sampai
sekarang, tanpa mendebat !!!
Anak-anaknya yang lain mungkin punya kesan lain tentang beliau. Tetapi buatku,
bagaimana beliau “memaksa” kami untuk mengenal Yesus dengan cara yang lebih
baik adalah hadiah yang sangat indah. Sesuatu yang tidak kudapat dari bapak
kandungku. Bertahun-tahun mengenal beliau, bertahun-tahun pula aku semakin
mengenal Yesus.
Hari ini, dihari ulang tahunnya yang kesekian, kuharap berkat tetap
melimpah baginya. Semoga beliau tetap sehat dan setia dalam panggilannya.
*Selamat ulang tahun Romo … semoga panjang umur, supaya sempat membaptis
anak saya hehehe…*